DEFINISI,
KLASSIFIKASI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TETAP
A. Definisi
Aset
tetap merupakan salah satu pos di neraca di samping aset lancar, investasi
jangka panjang, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap mempunyai peranan
yang sangat penting karena mempunyai nilai yang cukup signifikan bila
dibandingkan dengan komponen neraca lainnya.
Pengertian
Aset Tetap dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) adalah aset
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Dengan batasan pengertian tersebut maka pemerintah harus mencatat suatu aset
tetap yang dimilikinya meskipun aset tetap tersebut digunakan oleh pihak lain.
Pemerintah juga harus mencatat hak atas
tanah sebagai aset tetap. Dalam kasus lain, aset tetap yang dikuasai oleh
pemerintah tetapi tujuan penggunaannya untuk dikonsumsi dalam operasi
pemerintah tidak termasuk dalam pengertian aset tetap karena tidak memenuhi
definisi aset tetap di atas, misalnya aset tetap yang dibeli pemerintah untuk
diserahkan kepada masyarakat.
Maksud dari masa
manfaat adalah Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau jumlah produksi atau unit serupa
yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau
pelayanan publik.
B. Klasifikasi Aset Tetap
Dalam
PSAP 07, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun sebagaimana
dirinci dalam penjelasan berikut ini:
1. Tanah
Tanah yang
dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh
pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk
bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang
terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.
2. Peralatan
dan mesin
Peralatan dan mesin
yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan mesin yang dimiliki
atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap
yang dapat diklasifikasikan dalam Peralatan dan Mesin ini mencakup antara lain:
alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat
kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran
dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi;
alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi;
alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi.
3. Gedung
dan bangunan
Gedung dan bangunan
yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan bangunan yang dimiliki
atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Termasuk
dalam jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen,
bangunan menara, dan rambu-rambu.
4. Jalan,
irigasi, dan jaringan
Jalan, irigasi, dan
jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan, irigasi, dan
jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi
siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup
antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan.
5. Aset
tetap lainnya
Aset tetap lainnya
mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap
di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap. Aset tetap lainnya ini dapat
meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga.
6. Konstruksi
dalam pengerjaan
Konstruksi dalam
pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada
tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.
Aset tetap yang
tidak digunakan
untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan
harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
C. Pengakuan Aset Tetap
Sesuai
dengan klasifikasi Aset Tetap, suatu aset dapat diakui sebagai aset tetap
apabila berwujud dan memenuhi kriteria :
§ Mempunyai masa manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan;
§ Biaya perolehan aset dapat diukur secara
andal;
§ Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
operasi normal entitas;
§ Diperoleh/dibangun dengan maksud untuk
digunakan.
Pemerintah
mengakui suatu aset tetap apabila aset tetap tersebut telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya, dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Oleh
karena itu, apabila belum ada bukti bahwa suatu aset dimiliki atau dikuasai
oleh suatu entitas maka aset tetap tersebut belum dapat dicantumkan di neraca.
Prinsip pengakuan aset tetap pada saat aset tetap ini dimiliki atau dikuasai berlaku
untuk seluruh jenis aset tetap, baik yang diperoleh secara individual atau
gabungan, maupun yang diperoleh melalui pembelian, pembangunan swakelola,
pertukaran, rampasan, atau dari hibah.
Perolehan
aset tetap melalui pembelian atau pembangunan pada umumnya didahului dengan
pengakuan belanja modal yang akan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah. Dokumen
sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat Perintah Membayar dan Surat
Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Jurnal pengakuan belanja modal
tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Belanja Modal
|
|
XXX
|
|
|
Piutang dari
BUD
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
|
|
|
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Belanja Modal
|
|
XXX
|
|
|
Kas di Kas
Daerah
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk
mencatat realisasi belanja modal)
|
|
|
|
Atas
belanja modal tersebut, pemerintah akan memperoleh aset tetap yang harus
disajikan di neraca. Untuk memunculkan aset tetap di neraca dapat dilakukan dengan
cara membuat jurnal pendamping (korolari). Jurnal korolari ini merupakan jurnal
ikutan untuk setiap transaksi pendapatan, belanja, atau pembiayaan yang
mempengaruhi pos-pos neraca. Jurnal korolari untuk pengakuan perolehan aset
tetap adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Tanah
|
|
XXX
|
|
|
Peralatan dan Mesin
|
|
XXX
|
|
|
Gedung dan Bangunan
|
|
XXX
|
|
|
Jalan, Irrigáis, dan Jaringan
|
|
XXX
|
|
|
Aset Tetap Lainnya
|
|
XXX
|
|
|
Konstruksi dalam Pengerjaan
|
|
XXX
|
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk mencatat perolehan semua jenis
aset tetap)
|
|
|
|
Jurnal
ini merupakan jurnal korolari atau ikutan pada saat mengakui belanja modal
untuk mengakui penambahan aset tetap yang bersangkutan.
D. Pengukuran Aset Tetap
Aset tetap yang
dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah harus dinilai atau diukur untuk dapat
dilaporkan dalam neraca. Menurut SAP, aset tetap yang diperoleh atau dibangun
secara swakelola dinilai dengan biaya perolehan. Secara umum, yang dimaksud
dengan biaya perolehan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
aset tetap sampai dengan aset tetap tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap
untuk digunakan. Hal ini dapat diimplementasikan pada aset tetap yang dibeli
atau dibangun secara swakelola.
Aset tetap yang
tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai wajar. Nilai wajar
adalah nilai tukar aset tetap dengan kondisi yang sejenis di pasaran pada saat
penilaian. Aset tetap yang berasal dari hibah, yang tidak diketahui harga
perolehannya, pemerintah dapat menggunakan nilai wajar pada saat perolehan.
Komponen biaya
yang dapat dimasukkan sebagai biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari:
·
harga beli,
·
bea impor,
·
biaya persiapan tempat,
·
biaya pengiriman awal (initial
delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost),
·
biaya pemasangan (instalation
cost),
·
biaya profesional
seperti arsitek dan insinyur, serta
·
biaya konstruksi (biaya
langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk
biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan,
dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap
tersebut).
Yang tidak
termasuk komponen biaya aset tetap adalah:
Ø Biaya
administrasi dan biaya umum lainnya sepanjang biaya tersebut tidak dapat
diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke
kondisi kerjanya.
Ø Biaya
permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa kecuali biaya tersebut
perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Untuk pemerintah
yang baru pertama kali akan menyusun neraca, perlu ada pendekatan yang sedikit
berbeda untuk mencantumkan nilai aset tetapnya di neraca. Pendekatan tersebut
adalah menggunakan nilai wajar aset tetap pada saat neraca tersebut disusun.
Misalnya nilai tanah pada saat perolehannya tahun 1985 adalah Rp200.000.000,00.
Pada waktu akan menyusun neraca awal tahun 2005, tanah tersebut dinilai dengan
nilai wajarnya, misalkan dengan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), ternyata
nilainya adalah Rp350.000.000,00. Dengan demikian nilai tanah yang akan
dicantumkan di neraca adalah Rp350.000.000,00. Penjelasan
tentang bagaimana cara penyusunan neraca awal ini dapat dilihat lebih lanjut
dalam Buletin Teknis SAP No. 1 tentang Penyusunan
Neraca Awal Pemerintah Pusat dan Buletin Teknis SAP No. 2 tentang Penyusunan
Neraca Awal Pemerintah Daerah. Penilaian dengan menggunakan nilai wajar
ini dapat dibatasi untuk nilai perolehan aset tetap yang secara material
berbeda dengan nilai wajarnya atau yang diperoleh lebih dari satu tahun sebelum
tanggal penyusunan neraca awal.
Aset tetap yang
diperoleh setelah neraca awal disajikan dinilai dengan harga perolehannya.
Dengan demikian transaksi perolehan aset setelah disusunnya neraca yang pertama
kali dicatat berdasarkan harga perolehannya.
Perolehan Secara Gabungan
Ada kalanya aset
tetap diperoleh secara gabungan. Yang dimaksud dengan gabungan di sini adalah
perolehan beberapa aset tetap namun harga yang tercantum dalam faktur adalah
harga total seluruh aset tetap tersebut. Cara penilaian masing-masing aset
tetap yang diperoleh secara gabungan ini adalah dengan menghitung berapa
alokasi nilai total tersebut untuk masing-masing aset tetap dengan
membandingkannya sesuai dengan nilai wajar masing-masing aset tetap tersebut di
pasaran.
Pertukaran Aset Tetap
Pemerintah dimungkinkan untuk saling bertukar aset tetap baik yang serupa maupun yang tidak. Permasalahan utama apabila suatu aset dipertukarkan adalah bagaimana cara penilaiannya.
Apabila aset tetap ditukar dengan aset tetap yang yang tidak serupa atau aset lainnya, maka aset tetap yang baru diperoleh tersebut dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang terdiri atas nilai aset tetap yang lama ditambah jumlah uang yang harus diserahkan untuk mendapatkan aset tetap baru tersebut.
Misal aset tetap
Pemda A berupa sepeda motor senilai Rp10.000.000,00 ditukar dengan aset tetap
Pemda B berupa mesin fotocopy dengan nilai Rp7.500.000,00 dan memperoleh
tambahan kas sebesar Rp2.000.000,00. Atas pertukaran tersebut, Pemda A mencatat
penghapusan motor senilai Rp10.000.000,00, penambahan kas karena pendapatan
lain-lain senilai Rp2.000.000,00, dan perolehan mesin foto copy senilai
Rp7.500.000,00. Sedangkan Pemda B mencatat penghapusan aset tetap mesin
fotocopy senilai Rp7.500.000,00, pengurangan kas karena belanja modal senilai
Rp2.000.000,00 dan perolehan aset tetap berupa sepeda motor dengan nilai
Rp9.500.000,00.
Apabila suatu
aset tetap ditukar dengan aset yang serupa, yang memiliki manfaat yang serupa
dan memiliki nilai wajar yang serupa, atau kepemilikan aset yang serupa, maka tidak
ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang
baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas
aset yang dilepas.
Contoh transaksi
untuk kasus ini adalah komputer senilai Rp7.000.000,00 ditukar dengan komputer
yang sama dan senilai, maka pencatatan yang harus dilakukan adalah menghapus
komputer yang lama senilai Rp7.000.000,00 dan mencatat perolehan komputer yang
baru senilai Rp7.000.000,00.
Aset Donasi
Donasi
merupakan sumbangan kepada pemerintah tanpa persyaratan. Aset Tetap yang
diperoleh dari donasi (sumbangan) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat
perolehan. Donasi/hibah baik dalam bentuk uang maupun barang dicatat sebagai
pendapatan hibah dan harus dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran. Jika
donasi/hibah ini dalam bentuk uang tidak akan terjadi permasalahan. Lain halnya
dengan hibah dalam bentuk barang. Perlakuan untuk hibah dalam bentuk barang ini
adalah dengan menganggap seolah-olah ada uang kas masuk sebagai pendapatan
hibah, kemudian uang tersebut dibelanjakan aset tetap yang bersangkutan. Untuk
keperluan administrasi anggaran akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D) pengesahan sebesar nilai barang yang diterima. Dengan demikian, jurnal
yang harus dibuat meliputi 3 jurnal yaitu pengakuan pendapatan, belanja modal,
dan jurnal pengakuan aset tetap. Jurnal pengakuan pendapatan dan belanja modal
akan mempengaruhi laporan realisasi anggaran, sedangkan
jurnal pengakuan aset mempengaruhi neraca.
Contoh Kasus Hibah Dalam Bentuk Barang
Pemerintah Daerah X mendapat hibah
dari perusahaan Y berupa 1 buah mobil dengan nilai wajar sebesar
Rp100.000.000,00. Oleh Pemda X transaksi ini diakui sebagai pendapatan hibah di
LRA sebesar Rp100.000.000,00, belanja modal di LRA sebesar Rp100.000.000, dan
penambahan aset tetap di neraca sebesar Rp100.000.000,00. Jurnal untuk
transaksi ini adalah:
SKPD:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Utang kepada BUD
|
|
100 juta
|
|
|
Pendapatan Hibah
|
|
|
100 juta
|
|
(Untuk mencatat pendapatan hibah)
|
|
|
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Kas di Kas Daerah
|
|
100 juta
|
|
|
Pendapatan
Hibah
|
|
|
100 juta
|
|
(Untuk mencatat
setoran pendapatan hibah)
|
|
|
|
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Belanja Modal-Peralatan dan Mesin
|
|
100 juta
|
|
|
Piutang dari
BUD
|
|
|
100 juta
|
|
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
|
|
|
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Belanja Modal-Peralatan dan Mesin
|
|
100 juta
|
|
|
Kas di Kas
Daerah
|
|
|
100 juta
|
|
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
|
|
|
|
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Peralatan dan Mesin
|
|
100 juta
|
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
|
100 juta
|
|
(Untuk mencatat
perolehan peralatan dan mesin)
|
|
|
|
Aset Bersejarah
Aset bersejarah
merupakan aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang karena
umur dan kondisinya aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang
berlaku dari segala macam tindakan yang dapat merusak aset tetap tersebut.
Lazimnya, suatu aset tetap dikategorikan sebagai aset bersejarah jika mempunyai
bukti tertulis sebagai barang/bangunan bersejarah.
Barang/bangunan
peninggalan sejarah tersebut sulit ditaksir nilai wajarnya. Oleh karena itu
dalam SAP diatur bahwa aset bersejarah tidak disajikan di neraca tetapi cukup
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini pun
hanya mencantumkan kuantitas fisiknya saja tanpa nilai perolehannya.
Apabila aset
bersejarah tersebut masih dimanfaatkan untuk operasional pemerintah, misalnya
untuk ruang perkantoran, maka perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya,
yaitu dicantumkan di neraca dengan nilai wajarnya.
Beberapa
aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya,
lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan
bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites)
seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik
di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah ;
(a)
Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
(b)
Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
pelepasannya untuk dijual;
(c)
Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
(d)
Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat
mencapai ratusan tahun.
Aset Infrastrukutur
Beberapa aset
biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak ada definisi yang
universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut;
(a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
(b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
(c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
(d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur
tidak hanya oleh pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering
dijumpai sebagai aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset
tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada
Pernyataan ini. Contoh dari aset
infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem pembuangan, dan
jaringan komunikasi.
Aset Militer
Peralatan militer, baik yang umum maupun
khusus, memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang ada.
Pengeluaran Setelah Perolehan
Aset tetap
diperoleh pemerintah dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional
pemerintahan. Aset tetap bagi pemerintah, di satu sisi merupakan sumberdaya
ekonomi, di sisi lain merupakan suatu komitmen, artinya di kemudian hari
pemerintah wajib memelihara atau merehabilitasi aset tetap yang bersangkutan.
Pengeluaran belanja untuk aset tetap setelah perolehan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu belanja untuk pemeliharaan dan belanja untuk peningkatan.
Belanja
pemeliharaan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi aset tetap tersebut
sesuai dengan kondisi awal. Sedangkan belanja untuk peningkatan adalah belanja
yang memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan
kapasitas, masa manfaat, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja.
Pengeluaran yang dikategorikan sebagai pemeliharaan tidak berpengaruh pada
nilai aset tetap yang bersangkutan. Sedangkan pengeluaran yang memberi manfaat
ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu
produksi, atau peningkatan standar kinerja merupakan belanja modal, harus
dikapitalisasi untuk menambah nilai aset tetap tersebut.
Misalnya Pemda A
mempunyai sebuah komputer yang dibeli tahun 2004 dengan nilai perolehan
Rp5.000.000,00. Setiap tahun dikeluarkan biaya pemeliharaan sebesar
Rp200.000,00. Setelah biaya pemeliharaan tersebut dikeluarkan, nilai komputer
tetap Rp5.000.000,00. Pada tahun 2005 komputer tersebut di upgrade dengan biaya Rp500.000,00. Atas biaya upgrade yang dapat meningkatkan kapasitas komputer tersebut, maka
nilai komputer menjadi Rp5.500.000,00.
Pengukuran Berikutnya Terhadap Pengakuan Awal
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, seiring dengan semakin lamanya digunakan, aset tetap
selain tanah akan mengalami penurunan manfaat karena aus atau rusak karena
pemakaian. Dalam rangka penyajian nilai wajar terhadap aset-aset tersebut dapat
dilakukan penyusutan. Selain itu aset tetap juga dapat direvaluasi, dihentikan
penggunaannya, atau dilepaskan.
a. Penyusutan
Penyusutan
adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari
suatu aset. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap
dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Penyusutan ini
bukan untuk alokasi biaya sebagaimana penyusutan di sektor komersial, tetapi
untuk menyesuaikan nilai sehingga dapat disajikan secara wajar. Pengertian ini
berdampak pada jurnal yang harus dibuat pada saat mengakui penyusutan, dimana
tidak ada pengakuan beban penyusutan melainkan hanya penurunan nilai aset.
Nilai penyusutan untuk masing-masing periode dicatat dengan cara mengurangi
nilai tercatat aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Jurnal
standar untuk penyusutan adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
XXX
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Penyesuaian
nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai dengan
masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan
manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (service potential) yang akan
mengalir ke pemerintah. Metode Penyusutan yang dapat diterapkan sesuai dengan
PSAP 07 adalah:
a. Metode
garis lurus (straight line method); atau
b. Metode
saldo menurun ganda (double declining method); atau
c. Metode
unit produksi (unit of production method)
Penerapan dari
masing-masing metode ini dapat digambarkan melalui contoh berikut:
Sebuah mesin fotocopy yang dibeli
dengan harga Rp10.000.000,00 dan diperkirakan mempunyai masa manfaat selama 4
tahun dan kapasitasnya mampu memfotocopy sebanyak 100.000 lembar. Penyusutan
yang dapat dihitung setiap tahun dari mesin ini adalah sebagai berikut:
a. Metode garis lurus
Tahun I : Rp10.000.000,00 : 4 = Rp2.500.000,00
Jurnal:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
2.500.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
2.500.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Penghitungan dan
jurnal yang sama harus dilakukan untuk 3 tahun berikutnya sehingga nilai dari
mesin tersebut pada akhir tahun ke 4 adalah Rp1,00
b. Metode
saldo menurun ganda
Persentase
penyusutan per tahun = 2 x (100/4) = 50%
Tahun I : Rp10.000.000,00 x 50% =
Rp5.000.000,00
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
5.000.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
5.000.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Tahun II :
(Rp10.000.000,00 - 5.000.000,00) x 50% = Rp2.500.000,00
Jurnal:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
2.500.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
2.500.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Tahun III :
(Rp5.000.000,00 – 2.500.000,00) x 50% = Rp1.250.000,00
Jurnal:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
1.250.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
1.250.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Tahun IV :
(Rp2.500.000,00 – 1.250.000,00) = Rp1.250.000,00 (pembulatan)
Jurnal:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
1.250.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
1.250.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
c. Metode
unit produksi
Persentase
penyusutan per tahun tergantung dari jumlah produksi pada tahun tersebut
Tahun I : Produksi 30.000 lembar
Penyusutan = (30.000/100.000) x
Rp10.000.000,00
= Rp3.000.000,00
Jurnal:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
3.000.000
|
|
|
Akumulasi Penyusutan
|
|
|
3.000.000
|
|
(Untuk mencatat penyusutan)
|
|
|
|
Tahun II dan seterusnya
penyusutan dihitung berdasarkan produksi pada tahun tersebut, dan penyusutan
tersebut harus terus dilakukan meskipun telah melewati umur teknisnya.
b. Penilaian
Kembali (Revaluation)
Dalam hal
terjadi perubahan harga secara signifikan, pemerintah dapat melakukan penilaian
kembali atas aset tetap yang dimiliki. Hal ini diperlukan agar nilai aset tetap
pemerintah yang ada saat ini mencerminkan nilai wajar sekarang. SAP mengatur
bahwa pemerintah dapat melakukan penilaian kembali (revaluasi) sepanjang
revaluasi tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku
secara nasional misalkan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan
presiden.
Apabila
revaluasi telah dilakukan maka nilai aset tetap yang ada di neraca harus
disesuaikan dengan cara menambah/mengurangi nilai tercatat dari setiap aset
tetap yang bersangkutan dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap sesuai dengan
selisih antara nilai hasil revaluasi dengan nilai tercatat.
Jurnal standar untuk mencatat hasil
revaluasi adalah:
a.
Bila nilai revaluasi lebih kecil daripada nilai tercatat, misalnya untuk tanah
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
XXX
|
|
|
Tanah
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk mencatat revaluasi)
|
|
|
|
b.
Bila nilai revaluasi lebih besar daripada nilai tercatat, misalnya:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Tanah
|
|
XXX
|
|
|
Diinvestasikan
dalam Aset Tetap
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk mencatat revaluasi)
|
|
|
|
Penghentian Dan Pelepasan
Bila aset tetap sudah rusak berat dan tidak dapat digunakan
lagi maka aset tetap tersebut akan dihapuskan dari pembukuan. Proses
penghapusan seringkali memerlukan waktu yang lama, maka sementara menunggu
surat keputusan penghapusan terbit aset yang rusak atau tidak dapat digunakan
lagi dipindahkan dari kelompok aset tetap menjadi akun Aset Lain-lain dalam
kelompok aset lainnya di neraca dan diungkapkan dalam CaLK. Hal yang sama
diterapkan untuk aset tetap yang karena alasan lain juga tidak digunakan secara
aktif lagi dalam operasional pemerintah meskipun tidak dalam kondisi rusak
berat.
Jurnal standar untuk
penghentian aset tetap dari penggunaannya adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
XXX
|
|
|
Peralatan dan Mesin
|
|
|
XXX
|
|
Aset Lainnya
|
|
XXX
|
|
|
Diinvestasikan dalam Aset
Lainnya
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk
mencatat penghentian aset tetap)
|
|
|
|
Apabila suatu aset tetap telah dilepaskan atau secara permanen
dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan datang,
berarti aset tetap tersebut tidak lagi memenuhi definisi aset tertap sehingga
harus dihapuskan. Jika aset tetap tersebut telah dihapuskan melalui surat
keputusan penghapusan, maka aset tetap tersebut harus dieliminasi dari neraca
dan diungkapkan dalam CaLK.
Jurnal standar untuk mencatat
transaksi tersebut adalah sbb:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
|
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
|
XXX
|
|
|
Peralatan dan Mesin
|
|
|
XXX
|
|
(Untuk
mencatat pelepasan aset tetap)
|
|
|
|
E. Pengungkapan Aset Tetap
1. Penyajian
Penyajian aset
tetap dalam lembar muka neraca adalah sebagai berikut:
Aset
Aset Tetap
Tanah
xxx
Peralatan dan Mesin
xxx
Gedung dan Bangunan
xxx
Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx
Aset Tetap Lainnya
xxx
Konstruksi dalam Pengerjaan xxx
Akumulasi Penyusutan (xxx) Total Aset Tetap xxx
Ekuitas Dana
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
Total Ekuitas Dana Investasi xxx
Akumulasi
Penyusutan disajikan dalam angka negatif untuk mengurangi total nilai aset
tetap. Jumlah total aset tetap harus sama dengan nilai akun Diinvestasikan
dalam Aset Tetap.
2. Pengungkapan
Selain disajikan
pada lembar muka neraca, aset tetap juga harus diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini sangat penting sebagai penjelasan
tentang hal-hal penting yang tercantum dalam neraca. Tujuan pengungkapan ini
adalah untuk meminimalisasi kesalahan persepsi bagi pembaca laporan keuangan.
Dalam CaLK harus
diungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sbb:
Ø Dasar
penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat;
Ø Rekonsiliasi
jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: penambahan,
pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai jika ada, dan mutasi aset
tetap lainnya.
Ø Informasi
penyusutan meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, masa
manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai tercatat bruto dan
akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Selain itu,
dalam CaLK juga harus diungkapkan:
Ø Eksistensi
dan batasan hak milik atas aset tetap
Ø Kebijakan
akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap
Ø Jumlah
pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi
Ø Jumlah
komitmen untuk akuisisi aset tetap
Jika aset tetap
dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal
berikut harus diungkapkan:
Ø
Dasar
peraturan untuk menilai kembali aset tetap
Ø
Tanggal
efektif penilaian kembali
Ø
Jika
ada, nama penilai independen
Ø
Hakikat
setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti
Ø
Nilai
tercatat setiap jenis aset tetap
3. Lampiran
Nilai aset tetap
yang ada dalam neraca merupakan gabungan dari seluruh aset tetap yang dimiliki
atau dikuasai oleh suatu pemerintah. Apabila pembaca laporan keuangan ingin
mengetahui rincian aset tetap tersebut, maka laporan keuangan perlu lampiran
tentang Daftar Aset yang terdiri dari nomor kode aset tetap, nama aset tetap,
kuantitas aset tetap, dan nilai aset tetap.
BAB 3
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TANAH
A. Definisi
Tanah
yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai
oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan
oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan
untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai
tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.
Lebih lanjut,
PSAP 07 menyediakan pembahasan tersendiri mengenai akuntansi tanah, yaitu pada
Paragraf 60 sampai dengan 63 yang mengatur mengenai kepemilikan tanah dan
pengakuan tanah di luar negeri. Isi dari paragraf tersebut adalah Tanah yang
dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak diperlakukan secara khusus, dan
pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada pernyataan tentang
akuntansi aset tetap. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah
tidak dibatasi
satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang
dapat berbentuk
hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,
setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan
hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus
diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.
Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset
tetap hanya dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta
perundang undangan yang
berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan
adanya penguasaan yang bersifat permanen. Tanah yang dimiliki atau
dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, harus memperhatikan isi perjanjian
penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan
Republik Indonesia
berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas tanah
tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah dianggap
permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat diantara
hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas waktu.
B.
Pengakuan Aset
Tanah
Berdasarkan
SAP 07, Tanah dapat diakui sebagai aset tetap apabila
memenuhi 4
(empat) kriteria berikut ;
1)
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
2) biaya
perolehan aset dapat diukur secara andal
3) tidak
dimaksudkan untuk dijual
4)
diperoleh dengan maksud untuk digunakan.
Berdasarkan
hal tersebut, apabila salah satu kriteria tidak terpenuhi maka tanah tersebut
tidak dapat diakui sebagai aset tetap milik pemerintah.
Pengadaan
tanah pemerintah yang sejak semula dimaksudkan untuk diserahkan kepada pihak
lain tidak disajikan sebagai aset tetap tanah, melainkan disajikan sebagai
persediaan. Misalnya, apabila Kementerian Perumahan Rakyat mengadakan tanah yang diatasnya akan dibangun rumah untuk rakyat miskin. Pada
Neraca Kementerian Perumahan Rakyat, tanah tersebut tidak disajikan sebagai
aset tetap tanah, namun disajikan sebagai persediaan.
Lebih lanjut SAP
07 mengatur bahwa pengakuan aset tetap akan sangatandal bila aset tetap telah
diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya
berpindah. Begitu pula SAP 05 menyatakan bahwa persediaan diakui pada saat
diterima atau hak kepemilikannya dan atau kepenguasaannya berpindah. Hak
kepemilikan tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa
sertifikat, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB), dan Sertifikat Pengelolaan Lahan (SPL). Berdasarkan hal tersebut, untuk
contoh kasus di atas, Kementerian Perumahan Rakyat tetap mengakui/ mencatat
tanah sebagai persediaan sebelum berita acara penyerahan dan sertifikat tanah
diserahkan kepada masing-masing rakyat yang berhak.
Pada praktiknya,
masih banyak tanah-tanah pemerintah yang dikuasai atau digunakan oleh
kantor-kantor pemerintah, namun belum disertifikatkan atas nama pemerintah.
Atau pada kasus lain, terdapat tanah milik pemerintah yang dikuasai atau
digunakan oleh pihak lain karena tidak terdapat bukti kepemilikan yang sah atas
tanah tersebut. Terkait dengan kasus-kasus kepemilikan tanah dan penyajiannya
dalam laporan keuangan, maka terdapat pedoman sebagai berikut:
1)
Dalam
hal tanah belum ada bukti kepemilikan yang sah, namun dikuasai dan/atau
digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan
disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan
secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2)
Dalam
hal tanah dimiliki oleh pemerintah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh
pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset
tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam
Catatan atas Laporan Keuangan, bahwa tanah tersebut dikuasai atau digunakan
oleh pihak lain.
3)
Dalam
hal tanah dimiliki oleh suatu entitas pemerintah, namun dikuasai dan/atau
digunakan oleh entitas pemerintah yang lain, maka tanah tersebut dicatat dan
disajikan pada neraca entitas pemerintah yang mempunyai bukti kepemilikan,
serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas
pemerintah yang menguasai dan/atau menggunakan tanah cukup mengungkapkan tanah
tersebut secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
4)
Perlakuan
tanah yang masih dalam sengketa atau proses pengadilan:
a.
Dalam
hal belum ada bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai
dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan
disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan
secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
b.
Dalam
hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut
dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut dicatat dan
disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan
secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
c.
Dalam
hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau
digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan
sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara
memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
d.
Dalam
hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau
digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan
disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, namun adanya
sertifikat ganda harus diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
Tanah
Wakaf
Tanah wakaf yang digunakan oleh instansi
pemerintah tidak disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah
karena Pemerintah tidak memiliki dan/atau tidak menguasai tanah wakaf tersebut.
Tanah wakaf tersebut diungkapkan secara memadai pada 8 Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK).
C. Pengukuran Aset Tanah
PSAP 07
Paragraf 20 menyatakan bahwa : “Aset
tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan
menggunakan biaya perolehan tidak dimungkinkan, maka penilaian aset tetap
didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.”
Selanjutnya,
PSAP 07 Paragraf 30 menyatakan bahwa: “Tanah diakui pertama kali sebesar
biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak seperti biaya pengurusan
sertifikat, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang
dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang
terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
dimusnahkan.”
Apabila
perolehan tanah pemerintah dilakukan oleh panitia pengadaan, maka termasuk dalam harga perolehan tanah adalah honor
panitia pengadaan/pembebasan tanah dan belanja
perjalanan dinas dalam rangka perolehan tanah tersebut. PSAP 07 Paragraf
62 lebih jauh menjelaskan bahwa tidak seperti institusi nonpemerintah,
pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau
penguasaan tanah yang dapat berbentuk
hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak
memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas
tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus
diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
yang ada pada PSAP 07.
Biaya yang
terkait dengan peningkatan bukti kepemilikan tanah, misalnya dari status tanah
girik menjadi Sertifikat Hak Pengelolaan, dikapitalisasi sebagai biaya
perolehan tanah. Biaya yang timbul atas penyelesaian sengketa tanah, seperti
biaya pengadilan dan pengacara tidak dikapitalisasi sebagai biaya perolehan
tanah.
Aset
tetap tanah disajikan dalam neraca sesuai dengan biaya perolehan atau sebesar nilai wajar pada saat tanah tersebut
diperoleh. Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 58, aset tetap tanah tidak disusutkan.
D. Pengungkapan dan Penyajian Aset
Tanah
Tanah disajikan
di neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat Tanah diperoleh. Selain itu,
dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula:
a. Dasar penilaian yang digunakan
untuk nilai tercatat (carrying amount) Tanah.
b. Kebijakan akuntansi sebagai
dasar kapitalisasi tanah, yang dalam hal tanah tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi tanah.
c. Rekonsiliasi nilai tercatat Tanah
pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan (pembelian,
hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya);
• Perolehan yang berasal
dari pembelian direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk 20 tanah;
• Pengurangan (penjualan,
hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya);
• Perubahan nilai, jika
ada.
BAB 4
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET PERALATAN & MESIN
A. Definisi Aset Peralatan & Mesin
Berdasarkan PSAP
07 Paragraf 10, Peralatan dan Mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik,
inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
Peralatan dan
Mesin dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, seperti alat perkantoran,
komputer, alat angkutan (darat, air, dan udara), alat komunikasi, alat
kedokteran, alat-alat berat, alat bengkel, alat olah raga, dan rambu-rambu.
B. Pengakuan Aset Peralatan & Mesin
PSAP 07 Paragraf 15 menyatakan
bahwa: “Aset tetap diakui pada
saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat
diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria
sebagai berikut:
(a)
Berwujud
(b)
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
(c)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
(d)
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e)
Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.”
Untuk itu, suatu aset diakui
sebagai Peralatan dan Mesin jika memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada
PSAP 07 Paragraf 15.
Peralatan dan Mesin yang
diperoleh dan yang dimaksudkan akan diserahkan kepada pihak lain, tidak dapat dikelompokkan dalam
aset tetap Peralatan dan Mesin, tapi dikelompokkan pada aset persediaan.
Misalkan Pemda Kabupaten b melalui Dinas
Kesehatan mengadakan perlengkapan rumah sakit yang terdiri dari komputer
sebanyak 10 unit. Sumber pendanaan
adalah APBD yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan ketentuan
penggunaan DAK pelaksanaan kegiatan tersebut ditujukan untuk rumah sakit yang
dikelola oleh yayasan. Berdasarkan hal tersebut, komputer tersebut tidak dapat
diakui sebagai aset tetap peralatan dan
mesin karena ditujukan untuk sekolah yang dikelola oleh yayasan. Komputer
tersebut disajikan dalam kelompok persediaan.
Pengakuan peralatan dan
mesin dapat dilakukan apabila terdapat bukti bahwa hak/kepemilikan telah
berpindah, dalam hal ini misalnya ditandai dengan berita acara serah terima
pekerjaan, dan untuk kendaraan bermotor dilengkapi dengan bukti
kepemilikan kendaraan. Perolehan peralatan dan mesin dapat melalui
pembelian, pembangunan, tukar menukar,
hibah/donasi, dan lainnya.
Perolehan
melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian tunai, kredit, atau angsuran. Perolehan
melalui pembangunan dapat dilakukan dengan
membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi.
Perolehan
peralatan dan mesin melalui pembelian tunai diakui sebagai penambah nilai peralatan dan mesin, dan mengurangi Kas Umum
Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka
penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran, perolehan peralatan dan
mesin melalui pembelian dan pembangunan
diakui sebagai belanja modal. Perolehan peralatan dan mesin melalui hibah/donasi
diakui sebagai penambah nilai Peralatan dan Mesin pada Neraca dan sebagai pendapatan-LO. Perolehan peralatan
dan mesin melalui pembelian kredit diakui sebagai penambah nilai peralatan dan
mesin, dan sebagai penambah kewajiban pada neraca.
C. Pengukuran Aset Peralatan &
Mesin
Aset Tetap dinilai dengan biaya
perolehan, apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan
tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat
perolehan. Peralatan dan Mesin dinilai dengan
biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Biaya
perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah
dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai.
Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya
instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan
sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
D. Pengungkapan dan Penyajian Aset
Peralatan & Mesin
aset tetap disajikan berdasarkan
biaya perolehan aset tetap tersebut
dikurangi akumulasi penyusutan. Selanjutnya selain tanah dan konstruksi dalam
pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik
aset tersebut. Dengan demikian, Peralatan dan Mesin disajikan berdasarkan biaya
perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Penyusutan atas Peralatan dan Mesin pada
suatu periode disajikan sebagai beban
penyusutan dalam Laporan Operasional. Selain itu, dalam Catatan atas
Laporan Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar
penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount)
Peralatan dan Mesin.
2. Kebijakan
akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.
3.
Rekonsiliasi nilai tercatat Peralatan dan Mesin pada awal dan akhir periode
yang menunjukkan:
Ø
Penambahan
(pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan,
pertukaran aset, dan lainnya)
Ø
Perolehan
yang berasal dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total belanja
modal untuk Peralatan dan Mesin
Ø
Pengurangan
(penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
Ø
Perubahan
nilai, jika ada.
4.
Informasi
penyusutan Peralatan dan Mesin yang meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, alasan pilihan
metode penyusutan, perubahan metode
penyusutan (jika ada), masa manfaat atau tarif penyusutan yang
digunakan, serta nilai tercatat bruto
dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
BAB 5
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET GEDUNG DAN BANGUNAN
A.Definisi Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07
Paragraf 9 menyatakan bahwa : “Gedung
dan bangunan mencakup seluruh gedung
dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.” Termasuk dalam kelompok
Gedung dan Bangunan adalah gedung perkantoran, rumah dinas, bangunan tempat
ibadah, bangunan menara, monumen/bangunan bersejarah, gudang, dan gedung
museum.
Menurut UU
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung adalah wujud fisik
hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Gedung dan
bangunan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan gedung dan bangunan yang ada di atasnya. Tanah
yang diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok Tanah.
Gedung dan
Bangunan dapat diklasifikasikan menurut jenisnya, seperti gedung perkantoran,
rumah dinas, bangunan tempat ibadah, menara, monumen/bangunan bersejarah,
gudang, gedung museum.
Gedung
bertingkat pada dasarnya terdiri dari komponen bangunan fisik, komponen penunjang utama yang berupa mechanical
engineering (lift, instalasi listrik beserta generator, dan sarana pendingin Air Conditioning),
dan komponen penunjang lain yang antara lain berupa saluran air dan telepon.
Masing-masing komponen mempunyai masa manfaat yang berbeda, sehingga umur penyusutannya
berbeda, serta memerlukan pola pemeliharaan yang berbeda pula. Perbedaan masa
manfaat dan pola pemeliharaan menyebabkan diperlukannya sub-akun pencatatan
yang berbeda untuk masing-masing komponen gedung bertingkat, misalnya menjadi
sebagai berikut:
Gedung:
• Bangunan
Fisik
• Taman, Jalan,
dan Tempat Parkir, Pagar
• Instalasi
AC
• Instalasi
Listrik dan Generator
• Lift
• Penyediaan
Air, Saluran Air Bersih, dan Air Limbah
• Saluran
Telepon
B. Pengakuan Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 15 menyatakan
bahwa: “Aset tetap diakui pada
saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat
diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria
sebagai berikut:
(a)
Berwujud
(b)
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
(c)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
(d)
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e)
Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.”
Dengan demikian, untuk
dapat diakui sebagai Gedung dan Bangunan, maka gedung dan bangunan harus
berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya
perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
kondisi normal entitas dan diperoleh
atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pengakuan Gedung dan Bangunan harus dipisahkan dengan tanah di
mana gedung dan bangunan tersebut didirikan.
Gedung dan bangunan yang
dibangun oleh pemerintah, namun dengan maksud akan diserahkan kepada masyarakat, seperti rumah
yang akan diserahkan kepada para transmigrans, maka rumah tersebut tidak dapat
dikelompokkan sebagai “Gedung dan
Bangunan”, melainkan disajikan sebagai “Persediaan.”
Gedung dan Bangunan diakui pada
saat gedung dan bangunan telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah
serta telah siap dipakai. Hal tersebut
sesuai dengan PSAP 07 Paragraf 18 yang menyatakan bahwa: “Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset
tetap telah diterima atau diserahkan hak
kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.”
Saat pengakuan Gedung dan
Bangunan akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak
kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum,
misalnya akte jual beli atau Berita Acara Serah Terima. Apabila
perolehan Gedung dan Bangunan belum
didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti
pembelian gedung kantor yang masih harus
diselesaikan proses jual beli (akta) dan bukti kepemilikannya di
instansi berwenang, maka Gedung dan
Bangunan tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas
Gedung dan Bangunan tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran
dan penguasaan atas bangunan.
Perolehan
Gedung dan Bangunan dapat melalui pembelian, pembangunan, atau tukar menukar, hibah/donasi, dan lainnya. Perolehan
melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian tunai, kredit, atau angsuran.
Perolehan melalui pembangunan dapat dilakukan
dengan membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi.
Perolehan
gedung dan bangunan melalui pembelian tunai diakui sebagai penambah nilai gedung dan bangunan, dan mengurangi Kas Umum
Negara/Daerah
pada neraca. Dalam rangka penyajian dalam
Laporan Realisasi Anggaran, perolehan gedung dan bangunan melalui pembelian tunai diakui sebagai belanja modal.
Perolehan
peralatan dan mesin melalui hibah/donasi diakui
sebagai penambah nilai gedung dan bangunan pada Neraca dan sebagai pendapatan-LO. Perolehan gedung dan bangunan
melalui pembelian
kredit diakui sebagai penambah nilai
peralatan dan mesin, dan sebagai
kewajiban pada neraca.
C.Pengukuran Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 20 menyatakan
bahwa: “Aset tetap dinilai dengan
biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan
biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar pada saat perolehan.”
Berdasarkan
PSAP tersebut, maka gedung dan bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan gedung dan
bangunan meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai
siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi
harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB,
notaris, dan pajak. Apabila penilaian
Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya
perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan
baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya
perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
peralatan, dan semua biaya lainnya yang
terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut seperti
pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
Sementara itu, Gedung dan Bangunan yang dibangun melalui kontrak konstruksi, biaya perolehan meliputi nilai
kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, dan pajak. Gedung
dan Bangunan yang diperoleh dari sumbangan
(donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
D.Pengungkapan dan Penyajian Aset
Gedung dan Bangunan
Aset tetap disajikan
berdasarkan biaya perolehan aset tetap
tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Selanjutnya selain tanah dan
konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Dengan
demikian, Gedung dan Bangunan disajikan
berdasarkan biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan
Penyusutan atas gedung dan
bangunan pada suatu periode disajikan sebagai beban penyusutan dalam Laporan Operasional.
Selain itu, dalam Catatan atas
Laporan Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang
digunakan untuk mencatat Gedung dan Bangunan.
2. Kebijakan akuntansi
untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan.
3. Rekonsiliasi nilai
tercatat Gedung dan Bangunan pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
− Penambahan (pembelian,
hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, pertukaran aset, dan lainnya)
− Perolehan yang berasal
dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk gedung dan bangunan
− Pengurangan (penjualan,
hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
−
Perubahan nilai, jika ada.
4.
Informasi penyusutan Gedung dan Bangunan yang meliputi: nilai penyusutan,
metode penyusutan yang digunakan, masa
manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan
pada awal dan akhir periode.
BAB 6
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET JALAN, IRIGASI & JARINGAN
A. Definisi Aset Jalan, Irigasi &
Jaringan
PSAP 07
Paragraf 11 menyatakan bahwa: “Jalan, irigasi,
dan jaringan mencakup jalan, irigasi,
dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai.” Jalan, irigasi, dan jaringan tersebut selain digunakan
dalam kegiatan pemerintah juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Termasuk dalam klasifikasi jalan,
irigasi, dan jaringan adalah jalan raya, jembatan, bangunan air, instalasi air bersih, instalasi
pembangkit listrik, jaringan air minum, jaringan listrik, dan jaringan telepon.
Jalan,
irigasi, dan jaringan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk
pembangunan jalan, irigasi dan jaringan.
Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok Tanah.
Sesuai dengan kebutuhan entitas, aset
tetap ini dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi misalnya jalan, jembatan, waduk, saluran
irigasi, instalasi distribusi air, instalasi pembangkit listrik, instalasi distribusi listrik,
saluran transmisi gas, instalasi distribusi gas, jaringan telepon, dan sebagainya.
B.
Pengakuan Aset Jalan, Irigasi & Jaringan
Untuk dapat diakui
sebagai Jalan, Irigasi, dan Jaringan, maka -- dengan mengacu pada PSAP 07 paragraf 11 -- Jalan, Irigasi, dan
Jaringan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh dengan maksud untuk digunakan.
Jalan, irigasi, dan
jaringan diakui pada saat jalan, irigasi, dan jaringan telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada
saat penguasaannya berpindah serta telah siap
dipakai. Perolehan jalan,
irigasi, dan jaringan pada umumnya dengan pembangunan baik membangun sendiri (swakelola) maupun melalui
kontrak konstruksi. Perolehan jalan, irigasi, dan jaringan melalui pembangunan
diakui sebagai penambah nilai jalan,
irigasi, dan jaringan, dan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka penyajian dalam Laporan
Realisasi Anggaran, perolehan jalan, irigasi, dan jaringan melalui pembangunan diakui sebagai
belanja modal.
C. Pengukuran Aset Jalan, Irigasi &
Jaringan
Jalan,
irigasi, dan jaringan diukur/dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan
jalan, irigasi, dan jaringan meliputi
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini
meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai
jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya
perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak
meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan,
biaya pengosongan, pajak, kontrak konstruksi,
dan pembongkaran. Biaya perolehan untuk jalan, Irigasi dan Jaringan yang
dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja,
sewa peralatan, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan, pajak dan pembongkaran.
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang
diperoleh dari sumbangan (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
D. Pengungkapan dan Penyajian Aset
Jalan, Irigasi & Jaringan
Penyusutan atas Jalan,
Irigasi, dan Jaringan pada suatu periode disajikan sebagai beban penyusutan dalam Laporan Operasional. Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang
digunakan untuk mencatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan
dengan Jalan, Irigasi, dan Jaringan,
yang dalam hal ini tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi.
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
− Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari
Konstruksi dalam Pengerjaan, pertukaran
aset, dan lainnya
−
Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan
direkonsiliasi dengan total belanja
modal untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan.
−
Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
− Perubahan nilai, jika ada .
4.
Informasi penyusutan Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang meliputi: nilai
penyusutan, metode penyusutan yang
digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan
pada awal dan akhir periode.
BAB 7
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TETAP LAINNYA
A. Definisi Aset Tetap Lainnya
PSAP 07 Paragraf 12 menyatakan
bahwa “Aset tetap lainnya mencakup
aset tetap 5 yang tidak
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh 6
dan dimanfaatkan untuk kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 7 dipakai.”
Aset Tetap
Lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Aset Tetap Tanah, Aset Tetap
Peralatan dan Mesin, Aset Tetap Gedung dan
Bangunan, Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
Aset yang
termasuk dalam klasifikasi Aset Tetap Lainnya adalah koleksi perpustakaan/buku dan non buku, barang
bercorak kesenian/kebudayaan/olah raga, hewan,
ikan, dan tanaman. Termasuk dalam kategori Aset Tetap Lainnya adalah
Aset Tetap-Renovasi, yaitu biaya
renovasi atas aset tetap yang bukan miliknya, dan biaya partisi suatu
ruangan kantor yang bukan miliknya.
B. Pengakuan Aset Tetap Lainnya
Aset Tetap Lainnya diakui
pada saat Aset Tetap Lainnya telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya
dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai oleh entitas. Khusus mengenai pengakuan biaya
renovasi atas aset tetap yang bukan milik
dapat mengacu pada Penyajian dan
Pengungkapan Belanja Pemerintah sebagai berikut:
1) Apabila renovasi aset
tetap tersebut meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial aset tetap misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang
menjadi ruangan kerja dan kapasitasnya
naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi.
Apabila renovasi atas aset tetap yang
disewa tidak menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai Beban Operasional. Aset Tetap-Renovasi
diklasifikasikan ke dalam Aset Tetap Lainnya.
2) Apabila manfaat
ekonomi renovasi tersebut lebih dari satu tahun buku, dan memenuhi butir 1 di atas, biaya renovasi dikapitalisasi
sebagai Aset Tetap-Renovasi, sedangkan apabila
manfaat ekonomik renovasi kurang dari 1 tahun buku, maka pengeluaran
tersebut diperlakukan sebagai Beban
Operasional tahun berjalan.
3) Apabila jumlah nilai
moneter biaya renovasi tersebut material, dan memenuhi syarat butir 1 dan 2 di atas, maka pengeluaran tersebut
dikapitalisasi sebagai Aset Tetap–Renovasi.
Apabila tidak material, biaya renovasi dianggap sebagai Beban
Operasional.
Perolehan Aset
Tetap Lainnya, selain Aset Tetap-Renovasi, pada umumnya melalui pembelian atau perolehan lain seperti
hibah/donasi. Perolehan Aset Tetap Lainnya melalui pembelian diakui sebagai penambah nilai Aset
Tetap Lainnya, dan mengurangi Kas Umum
Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka penyajian dalam Laporan
Realisasi Anggaran, perolehan Aset Tetap
Lainnya melalui pembelian diakui sebagai belanja modal. Perolehan Aset Tetap Lainnya melalui hibah/donasi diakui
sebagai penambah nilai Aset Tetap Lainnya pada Neraca dan sebagai pendapatan-LO
C. Pengukuran Aset Tetap Lainnya
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya
menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
Aset Tetap Lainnya dinilai dengan biaya
perolehan. Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya
yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan
dan pengawasan, pajak, serta biaya
perizinan.
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya yang
diadakan melalui swakelola, misalnya untuk
Aset Tetap Renovasi, meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang
terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan
dan pengawasan, biaya perizinan, pajak,
dan jasa konsultan.
Aset
Tetap Lainnya yang dikapitalisasi dibukukan dan dilaporkan di dalam Neraca.
Aset Tetap Lainnya yang tidak
dikapitalisasi tidak disajikan dalam Neraca, namun tetap diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
D. Pengungkapan dan Penyajian Aset
Tetap Lainnya
Sesuai
dengan PSAP 07 Paragraf 52, aset tetap disajikan berdasarkan biaya
perolehan aset tetap tersebut dikurangi
akumulasi penyusutan. Metode penyusutan atas Aset Tetap Lainnya diatur dalam Buletin Teknis Nomor 05
tentang Akuntansi Penyusutan. Aset Tetap
Lainnya berupa hewan, tanaman, buku perpustakaan tidak dilakukan
penyusutan secara periodik, melainkan
diterapkan penghapusan pada saat aset tetap lainnya tersebut sudah tidak dapat digunakan atau mati. Untuk penyusutan
atas Aset Tetap-Renovasi dilakukan sesuai
dengan umur ekonomik mana yang lebih pendek (which ever is shorter)
antara masa manfaat aset dengan masa
pinjaman/sewa.
Penyusutan atas aset
lainnya pada suatu periode disajikan sebagai beban penyusutan dalam Laporan Operasional. Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang
digunakan untuk mencatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan
dengan Jalan, Irigasi, dan Jaringan,
yang dalam hal ini tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi.
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
− Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari
Konstruksi dalam Pengerjaan, pertukaran
aset, dan lainnya
−
Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan
direkonsiliasi dengan total belanja
modal untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan.
−
Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
− Perubahan nilai, jika ada .
4.
Informasi penyusutan Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang meliputi: nilai
penyusutan, metode penyusutan yang
digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan
pada awal dan akhir periode.
BAB 8
DEFINISI,
PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
A. Definisi Aset Konstruksi dalam
Pengerjaan
Sesuai dengan PSAP 08
Paragraf 6, Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang
dalam proses pembangunan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya, yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode
waktu tertentu dan belum selesai. Standar ini wajib diterapkan oleh
entitas yang melaksanakan pembangunan
aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan dan/atau pelayanan masyarakat,
dalam jangka waktu tertentu, baik yang
dilaksanakan secara swakelola maupun oleh pihak ketiga. Perolehan aset
dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
Perolehan aset dengan swakelola atau dikontrakkan pada dasarnya sama. Nilai yang dicatat
sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah sebesar jumlah yang dibayarkan dan yang masih
terhutang atas perolehan aset. Biaya-biaya pembelian bahan dan juga upah dan gaji yang dibayarkan
dalam pelaksanaan pekerjaan secara
swakelola pada dasarnya sama dengan jumlah yang dibayarkan kepada
kontraktor atas penyelesaian bagian
pekerjaan tertentu. Keduanya merupakan pengeluaran pemerintahan untuk mendapatkan aset.
Suatu KDP ada yang
dibangun tidak melebihi satu tahun anggaran dan ada juga yang dibangun secara bertahap yang penyelesaiannya
melewati satu tahun anggaran. Apabila
Pemerintah mengontrakkan pekerjaan tersebut kepada pihak ketiga dengan
perjanjian akan dilakukan penyelesaian
lebih dari satu tahun anggaran, maka penyelesaikan bagian tertentu (prosentase selesai) dari pekerjaan yang
disertai berita acara penyelesaian, pemerintah akan membayar sesuai dengan tahapan pekerjaan yang
diselesaikan dan selanjutnya dibukukan
sebagai KDP. Permasalahan utama akuntansi untuk KDP adalah identifikasi
jumlah biaya yang diakui sebagai aset
yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
Kontrak konstruksi adalah
perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang
berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi
atau tujuan atau penggunaan utama.
Suatu kontrak
konstruksi mungkin dinegosiasikan untuk membangun sebuah aset tunggal seperti jembatan, bangunan, dam,
pipa, jalan, kapal, dan terowongan. Kontrak
konstruksi juga berkaitan dengan sejumlah aset yang berhubungan erat
atau saling tergantung satu sama lain
dalam hal rancangan, teknologi dan fungsi atau tujuan dan penggunaan
utama. Kontrak seperti ini misalnya
konstruksi kilang-kilang minyak, konstruksi jaringan irigasi, atau bagian-bagian lain yang kompleks dari
pabrikan atau peralatan.
Sesuai dengan PSAP 08, kontrak
konstruksi dapat meliputi:
a.
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan
konstruksi aset, seperti jasa
arsitektur;
b.
kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
c.
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan
konstruksi aset yang meliputi manajemen
konstruksi dan value engineering;
d.
kontrak untuk membongkar/menghancurkan atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan setelah penghancuran aset.
Ketentuan-ketentuan
dalam standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu,
perlu menerapkan pernyataan ini pada suatu
komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara
terpisah atau suatu kelompok kontrak
konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
Apabila suatu kontrak konstruksi mencakup
sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu
kontrak konstruksi yang terpisah apabila
semua syarat di bawah ini terpenuhi:
a.
Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b.
Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi
kerja dapat menerima atau menolak bagian
kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
c. Biaya
masing-masing aset dapat diidentifikasi.
Suatu
kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas
permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan
dapat dimasukkan ke dalam kontrak
tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:
a. aset
tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau
fungsi dengan aset yang tercakup dalam
kontrak semula; atau
b. harga
aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak
semula.
Adakalanya
kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor, misalnya
kontraktor utama membangun fisik gedung,
sedangkan subkontraktor menyelesaikan pekerjaan
mekanikal enginering seperti lift, listrik, atau saluran telepon. Namun
demikian, penanggungjawab utama tetap
kontraktor utama dan pemerintah selaku pemberi kerja hanya berhubungan dengan kontraktor utama, karena
kontraktor utama harus bertanggungjawab
sepenuhnya atas pekerjaan subkontraktor.
Kontrak
konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah prosentase dari nilai penyelesaian yang akan
digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan
pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak.
B. Pengakuan Aset Konstruksi dalam
Pengerjaan
Berdasarkan PSAP 08
Paragraf 14, suatu benda berwujud harus diakui sebagai KDP jika:
a. besar kemungkinan
bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan 3 aset tersebut
akan diperoleh;
b. biaya perolehan aset
tersebut dapat diukur dengan handal;
c. aset tersebut masih
dalam proses pengerjaan.
Apabila dalam
konstruksi aset tetap pembangunan fisik proyek belum dilaksanakan, namun biaya-biaya yang dapat diatribusikan
langsung ke dalam pembangunan proyek telah
dikeluarkan, maka biaya-biaya tersebut harus diakui sebagai KDP aset
yang bersangkutan.
Penyelesaian Konstruksi Dalam Pengerjaan
Suatu KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara
substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa
sesuai tujuan perolehan. Dokumen sumber
untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan (BAPP). Dengan demikian,
apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti pembangunan tersebut telah selesai.
Selanjutnya, aset tetap definitif sudah dapat diakui dengan cara memindahkan KDP tersebut ke akun
aset tetap yang bersangkutan.
Pencatatan suatu transaksi perlu mengikuti sistem akuntansi yang
ditetapkan dengan pohon putusan (decision
tree) sebagai berikut:
1.
Atas dasar bukti transaksi yang obyektif (objective evidences); dan
2. Dalam hal tidak dimungkinkan adanya bukti transaksi yang obyektif
maka digunakan prinsip subtansi
mengungguli bentuk formal (substance over form).
Dalam
kasus-kasus spesifik dapat terjadi variasi dalam pencatatan. Terkait
dengan variasi penyelesaian KDP, Buletin
Teknis ini memberikan pedoman sebagai berikut:
1. Apabila aset telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan sudah diperoleh, dan aset
tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap
Definitifnya.
2.
Apabila aset tetap telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan
sudah diperoleh, namun aset tetap
tersebut belum dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka 2 aset tersebut dicatat
sebagai Aset Tetap definitifnya.
3.
Apabila aset telah selesai dibangun, namun Berita Acara Penyelesaian
Pekerjaan belum ada, walaupun aset tetap
tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset tersebut masih dicatat sebagai KDP dan
diungkapkan di dalam CaLK.
4.
Apabila sebagian dari aset tetap yang dibangun telah selesai, dan telah digunakan/dimanfaatkan, maka bagian yang
digunakan/dimanfaatkan masih diakui
sebagai KDP.
5.
Apabila suatu aset tetap telah selesai dibangun sebagian (konstruksi dalam
pengerjaan), karena sebab tertentu (misalnya terkena bencana alam/force
majeur) aset tersebut hilang, maka
penanggung jawab aset tersebut membuat pernyataan hilang karena bencana alam/force majeur dan
atas dasar pernyataan tersebut Konstruksi
Dalam Pengerjaan dapat dihapusbukukan.
6.
Apabila BAST sudah ada, namun fisik pekerjaan belum selesai, akan diakui
sebagai KDP.
Penghentian Konstruksi
Dalam Pengerjaan
Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya
oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian
lainnya. Penghentian KDP dapat berupa
penghentian sementara dan penghentian permanen.
Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka
KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam
neraca dan kejadian ini diungkapkan secara
memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila
pembangunan KDP direncanakan untuk
dihentikan pembangunannya secara permanen, maka saldo KDP tersebut harus dikeluarkan dari neraca, dan
kejadian ini diungkapkan secara memadai
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
C. Pengukuran Aset Konstruksi dalam
Pengerjaan
Berdasarkan
PSAP Nomor 7 paragraf 18, KDP dicatat dengan biaya perolehan. Pengukuran biaya perolehan dipengaruhi oleh
metode yang digunakan dalam proses
konstruksi aset tetap tersebut, yaitu secara swakelola atau secara
kontrak konstruksi.
1. Pengukuran Konstruksi Secara Swakelola
Apabila
konstruksi aset tetap tersebut dilakukan dengan swakelola, maka
biaya-biaya yang dapat diperhitungkan
sebagai biaya perolehan adalah seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan sampai KDP
tersebut siap untuk digunakan, meliputi biaya
bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada di
atas tanah yang diperuntukkan untuk
keperluan pembangunan.
Biaya konstruksi
secara swakelola diukur berdasarkan jumlah uang yang telah dibayarkan dan tidak memperhitungkan jumlah uang yang
masih diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Bahan dan upah
langsung sehubungan dengan kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
a. biaya
pekerja lapangan termasuk penyelia;
b. biaya
bahan yang digunakan dalam konstruksi;
c. biaya
pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
pelaksanaan konstruksi;
d. biaya
penyewaan sarana dan peralatan;
e. biaya
rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Bahan tidak
langsung dan upah tidak langsung dan biaya overhead lainnya yang dapat diatribusikan kepada kegiatan konstruksi
antara lain meliputi:
a. asuransi,
misalnya asuransi kebakaran;
b. biaya
rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan
c.
biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi
yang bersangkutan seperti biaya
inspeksi.
Biaya
semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada
semua biaya yang mempunyai karakteristik
yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata
tertimbang atas dasar proporsi biaya
langsung.
2.
Pengukuran Konstruksi Secara Kontrak Konstruksi
Apabila
kontruksi dikerjakan oleh kontraktor melalui suatu kontrak konstruksi,
maka komponen nilai perolehan KDP
tersebut berdasarkan PSAP 08 Paragraf 22 meliputi: (1) termin yang telah dibayarkan kepada
kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan; (2) kewajiban yang masih harus
dibayar kepada kontraktor sehubungan dengan
pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
dan (3) pembayaran klaim kepada
kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Kontraktor
meliputi kontraktor utama dan subkontraktor, namun demikian penanggung jawab utama tetap kontraktor utama dan
pemerintah selaku pemberi kerja hanya
berhubungan dengan kontraktor utama. Pembayaran yang dilakukan oleh
kontraktor utama kepada subkontraktor
tidak berpengaruh pada pemerintah.
Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara
bertahap (termin) berdasarkan tingkat
penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat
sebagai penambah nilai KDP. Klaim dapat
timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau
rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam
pengerjaan kontrak. Klaim tersebut tentu akan mempengaruhi nilai yang
akan diakui sebagai KDP.
3. Konstruksi Dibiayai dari Pinjaman
Jika
konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama
masa konstruksi dikapitalisasi dan
menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara
andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan
biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan
untuk membiayai konstruksi. Misalnya
biaya bunga yang harus dibayar sehubungan dengan pinjaman yang ditarik untuk
membiayai konstruksi tersebut sebesar Rp5.000.000, maka biaya tersebut akan menambah nilai Kontruksi Dalam
Pengerjaan. Jumlah biaya pinjaman yang
dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan
pada periode yang bersangkutan. Apabila
bunga pinjaman yang harus dibayar pada tahun 20x1 sebesar Rp2.000.000, maka yang dapat dikapitalisasi
pada tahun 20x1 hanya sebesar
Rp2.000.000, meskipun total bunga pinjaman tersebut selama masa pinjaman
5 tahun adalah sebesar Rp10.000.000.
Apabila
pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman
periode yang bersangkutan dialokasikan ke
masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total
pengeluaran biaya konstruksi. Misalnya
telah dilakukan penarikan pinjaman sebesar Rp700.000.000 untuk membiayai pembelian aset A sebesar
Rp200.000.000, aset B sebesar Rp400.000.000, dan aset C sebesar Rp100.000.000. Bunga pinjaman
yang telah dibayarkan atas pinjaman
tersebut adalah sebesar Rp14.000.000. Maka biaya bunga yang akan
dialokasikan kepada masing-masing aset
tersebut adalah sebagai berikut:
- Aset A : 2/7 x Rp 14.000.000 = Rp 4.000.000
- Aset B : 4/7 x Rp 14.000.000 = Rp 8.000.000
- Aset C : 1/7 x Rp 14.000.000 = Rp 2.000.000
Total biaya bunga Rp14.000.000
Apabila
kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara yang tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force
majeur, maka biaya pinjaman yang dibayarkan
selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi
dikapitalisasi. Pemberhentian sementara
pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau
adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan
dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi.
Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena
kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat
sebagai biaya bunga pada periode yang
bersangkutan. Dengan demikian, biaya bunga tersebut tidak ditambahkan sebagai nilai aset.
Suatu kontrak
konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi. Dalam hal ini termasuk
juga konstruksi aset tambahan atas permintaan
pemerintah, yang mana aset tersebut berbeda secara signifikan dalam
rancangan, teknologi, atau fungsi dengan
aset yang tercakup dalam kontrak semula dan harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa
memperhatikan harga kontrak semula. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik
waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang
dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau
jenis pekerjaan yang belum selesai.
Untuk bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. Biaya pinjaman setelah
konstruksi selesai disajikan sebagai beban
pada Laporan Operasional.
Apabila entitas
menerapkan kebijakan akuntansi untuk tidak mengkapitalisasi biaya pinjaman dalam masa konstruksi, misalnya
karena kesulitan mengidentifikasikan pinjaman
pada masing-masing kontrak konstruksi, maka kebijakan tersebut harus
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
D. Pengungkapan dan Penyajian Aset
Konstruksi dalam Pengerjaan
KDP disajikan sebesar
biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan. Selain itu, dalam Catatan
atas Laporan Keuangan diungkapkan pula informasi mengenai:
a. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
penyelesaian dan jangka waktu
penyelesaiannya pada tanggal neraca;
b.
Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
c.
Jumlah biaya yang telah dikeluarkan sampai dengan tanggal neraca;
d.
Uang muka kerja yang diberikan sampai dengan tanggal neraca; dan
e.
Jumlah Retensi.
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi.
Retensi adalah prosentase dari nilai
penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang
telah ditentukan dalam kontrak. Jumlah retensi
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Demikian juga halnya
dengan sumber dana yang digunakan untuk
membiayai aset tersebut perlu diungkap. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana
dan penyerapannya sampai tanggal
tertentu.
kak maaf saya mau bertanya, referensi yang digunakan buku apa ya? saya masih bingung pencatatannya. kenapa belanja modal bukan pada perubahan sal dan jurnal korolarinya bukan aset pada R/K SKPKD . bukankah sekarang pemerintah sudah menggunakan basis acrual dalam pencatatan nya. terima kasih....
BalasHapus