Minggu, 10 Januari 2016

ASET TETAP PEMERINTAHAN (SAP no. 7)



DEFINISI, KLASSIFIKASI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TETAP
A.   Definisi
Aset tetap merupakan salah satu pos di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap mempunyai peranan yang sangat penting karena mempunyai nilai yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan komponen neraca lainnya.
Pengertian Aset Tetap dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dengan batasan pengertian tersebut maka pemerintah harus mencatat suatu aset tetap yang dimilikinya meskipun aset tetap tersebut digunakan oleh pihak lain. Pemerintah juga harus mencatat  hak atas tanah sebagai aset tetap. Dalam kasus lain, aset tetap yang dikuasai oleh pemerintah tetapi tujuan penggunaannya untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah tidak termasuk dalam pengertian aset tetap karena tidak memenuhi definisi aset tetap di atas, misalnya aset tetap yang dibeli pemerintah untuk diserahkan kepada masyarakat.
Maksud dari masa manfaat adalah Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.

B.   Klasifikasi Aset Tetap
Dalam PSAP 07, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini:  
1.      Tanah
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.
2.      Peralatan dan mesin
Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap yang dapat diklasifikasikan dalam Peralatan dan Mesin ini mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi.
3.      Gedung dan bangunan
Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Termasuk dalam jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen, bangunan menara, dan rambu-rambu.
4.      Jalan, irigasi, dan jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan.
5.      Aset tetap lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap. Aset tetap lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga.
6.      Konstruksi dalam pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.
Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

C.   Pengakuan Aset Tetap
Sesuai dengan klasifikasi Aset Tetap, suatu aset dapat diakui sebagai aset tetap apabila berwujud dan memenuhi kriteria :
§  Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
§  Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
§  Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;
§  Diperoleh/dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Pemerintah mengakui suatu aset tetap apabila aset tetap tersebut telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya, dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Oleh karena itu, apabila belum ada bukti bahwa suatu aset dimiliki atau dikuasai oleh suatu entitas maka aset tetap tersebut belum dapat dicantumkan di neraca. Prinsip pengakuan aset tetap pada saat aset tetap ini dimiliki atau dikuasai berlaku untuk seluruh jenis aset tetap, baik yang diperoleh secara individual atau gabungan, maupun yang diperoleh melalui pembelian, pembangunan swakelola, pertukaran, rampasan, atau dari hibah.
Perolehan aset tetap melalui pembelian atau pembangunan pada umumnya didahului dengan pengakuan belanja modal yang akan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah. Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Jurnal pengakuan belanja modal tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Belanja Modal

XXX


     Piutang dari BUD


XXX

(Untuk mencatat realisasi belanja modal)




BUD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Belanja Modal

XXX


     Kas di Kas Daerah


XXX

(Untuk mencatat realisasi belanja modal)



Atas belanja modal tersebut, pemerintah akan memperoleh aset tetap yang harus disajikan di neraca. Untuk memunculkan aset tetap di neraca dapat dilakukan dengan cara membuat jurnal pendamping (korolari). Jurnal korolari ini merupakan jurnal ikutan untuk setiap transaksi pendapatan, belanja, atau pembiayaan yang mempengaruhi pos-pos neraca. Jurnal korolari untuk pengakuan perolehan aset tetap adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Tanah

XXX


Peralatan dan Mesin

XXX


Gedung dan Bangunan

XXX


Jalan, Irrigáis, dan Jaringan

XXX


Aset Tetap Lainnya

XXX


Konstruksi dalam Pengerjaan

XXX


     Diinvestasikan dalam Aset Tetap


XXX

(Untuk mencatat perolehan semua jenis aset tetap)



Jurnal ini merupakan jurnal korolari atau ikutan pada saat mengakui belanja modal untuk mengakui penambahan aset tetap yang bersangkutan. 

D.   Pengukuran Aset Tetap
Aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah harus dinilai atau diukur untuk dapat dilaporkan dalam neraca. Menurut SAP, aset tetap yang diperoleh atau dibangun secara swakelola dinilai dengan biaya perolehan. Secara umum, yang dimaksud dengan biaya perolehan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap sampai dengan aset tetap tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Hal ini dapat diimplementasikan pada aset tetap yang dibeli atau dibangun secara swakelola.
Aset tetap yang tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai wajar. Nilai wajar adalah nilai tukar aset tetap dengan kondisi yang sejenis di pasaran pada saat penilaian. Aset tetap yang berasal dari hibah, yang tidak diketahui harga perolehannya, pemerintah dapat menggunakan nilai wajar pada saat perolehan.
Komponen biaya yang dapat dimasukkan sebagai biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari:
·         harga beli,
·         bea impor,
·         biaya persiapan tempat,
·         biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost),
·         biaya pemasangan (instalation cost),
·         biaya profesional seperti arsitek dan insinyur, serta
·         biaya konstruksi (biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut).
Yang tidak termasuk komponen biaya aset tetap adalah:
Ø  Biaya administrasi dan biaya umum lainnya sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya.
Ø  Biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Untuk pemerintah yang baru pertama kali akan menyusun neraca, perlu ada pendekatan yang sedikit berbeda untuk mencantumkan nilai aset tetapnya di neraca. Pendekatan tersebut adalah menggunakan nilai wajar aset tetap pada saat neraca tersebut disusun. Misalnya nilai tanah pada saat perolehannya tahun 1985 adalah Rp200.000.000,00. Pada waktu akan menyusun neraca awal tahun 2005, tanah tersebut dinilai dengan nilai wajarnya, misalkan dengan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), ternyata nilainya adalah Rp350.000.000,00. Dengan demikian nilai tanah yang akan dicantumkan di neraca adalah Rp350.000.000,00. Penjelasan tentang bagaimana cara penyusunan neraca awal ini dapat dilihat lebih lanjut dalam Buletin Teknis SAP No. 1 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat dan Buletin Teknis SAP No. 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Penilaian dengan menggunakan nilai wajar ini dapat dibatasi untuk nilai perolehan aset tetap yang secara material berbeda dengan nilai wajarnya atau yang diperoleh lebih dari satu tahun sebelum tanggal penyusunan neraca awal.                                                                                                                                                                                                                
Aset tetap yang diperoleh setelah neraca awal disajikan dinilai dengan harga perolehannya. Dengan demikian transaksi perolehan aset setelah disusunnya neraca yang pertama kali dicatat berdasarkan harga perolehannya.

Perolehan Secara Gabungan

Ada kalanya aset tetap diperoleh secara gabungan. Yang dimaksud dengan gabungan di sini adalah perolehan beberapa aset tetap namun harga yang tercantum dalam faktur adalah harga total seluruh aset tetap tersebut. Cara penilaian masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ini adalah dengan menghitung berapa alokasi nilai total tersebut untuk masing-masing aset tetap dengan membandingkannya sesuai dengan nilai wajar masing-masing aset tetap tersebut di pasaran.

 

Pertukaran Aset Tetap

       Pemerintah dimungkinkan untuk saling bertukar aset tetap baik yang serupa maupun yang tidak. Permasalahan utama apabila suatu aset dipertukarkan adalah bagaimana cara penilaiannya.

       Apabila aset tetap ditukar dengan aset tetap yang yang tidak serupa atau aset lainnya, maka aset tetap yang baru diperoleh tersebut dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang terdiri atas nilai aset tetap yang lama ditambah jumlah uang yang harus diserahkan untuk mendapatkan aset tetap baru tersebut.

Misal aset tetap Pemda A berupa sepeda motor senilai Rp10.000.000,00 ditukar dengan aset tetap Pemda B berupa mesin fotocopy dengan nilai Rp7.500.000,00 dan memperoleh tambahan kas sebesar Rp2.000.000,00. Atas pertukaran tersebut, Pemda A mencatat penghapusan motor senilai Rp10.000.000,00, penambahan kas karena pendapatan lain-lain senilai Rp2.000.000,00, dan perolehan mesin foto copy senilai Rp7.500.000,00. Sedangkan Pemda B mencatat penghapusan aset tetap mesin fotocopy senilai Rp7.500.000,00, pengurangan kas karena belanja modal senilai Rp2.000.000,00 dan perolehan aset tetap berupa sepeda motor dengan nilai Rp9.500.000,00. 
Apabila suatu aset tetap ditukar dengan aset yang serupa, yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa, atau kepemilikan aset yang serupa, maka tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.
Contoh transaksi untuk kasus ini adalah komputer senilai Rp7.000.000,00 ditukar dengan komputer yang sama dan senilai, maka pencatatan yang harus dilakukan adalah menghapus komputer yang lama senilai Rp7.000.000,00 dan mencatat perolehan komputer yang baru senilai Rp7.000.000,00.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

 

Aset Donasi

Donasi merupakan sumbangan kepada pemerintah tanpa persyaratan. Aset Tetap yang diperoleh dari donasi (sumbangan) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Donasi/hibah baik dalam bentuk uang maupun barang dicatat sebagai pendapatan hibah dan harus dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran. Jika donasi/hibah ini dalam bentuk uang tidak akan terjadi permasalahan. Lain halnya dengan hibah dalam bentuk barang. Perlakuan untuk hibah dalam bentuk barang ini adalah dengan menganggap seolah-olah ada uang kas masuk sebagai pendapatan hibah, kemudian uang tersebut dibelanjakan aset tetap yang bersangkutan. Untuk keperluan administrasi anggaran akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pengesahan sebesar nilai barang yang diterima. Dengan demikian, jurnal yang harus dibuat meliputi 3 jurnal yaitu pengakuan pendapatan, belanja modal, dan jurnal pengakuan aset tetap. Jurnal pengakuan pendapatan dan belanja modal akan mempengaruhi laporan realisasi anggaran, sedangkan jurnal pengakuan aset mempengaruhi neraca.

Contoh Kasus Hibah Dalam Bentuk Barang
Pemerintah Daerah X mendapat hibah dari perusahaan Y berupa 1 buah mobil dengan nilai wajar sebesar Rp100.000.000,00. Oleh Pemda X transaksi ini diakui sebagai pendapatan hibah di LRA sebesar Rp100.000.000,00, belanja modal di LRA sebesar Rp100.000.000, dan penambahan aset tetap di neraca sebesar Rp100.000.000,00. Jurnal untuk transaksi ini adalah:
SKPD:
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Utang kepada BUD

100 juta


     Pendapatan  Hibah


100 juta

(Untuk mencatat pendapatan hibah)




BUD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Kas di Kas Daerah

100 juta


     Pendapatan Hibah


100 juta

(Untuk mencatat setoran pendapatan hibah)




SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Belanja Modal-Peralatan dan Mesin

100 juta


     Piutang dari BUD


100 juta

(Untuk mencatat realisasi belanja modal)





BUD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Belanja Modal-Peralatan dan Mesin

100 juta


     Kas di Kas Daerah


100 juta

(Untuk mencatat realisasi belanja modal)




SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Peralatan dan Mesin

100 juta


     Diinvestasikan dalam Aset Tetap


100 juta

(Untuk mencatat perolehan peralatan dan mesin)



           

            Aset Bersejarah

Aset bersejarah merupakan aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang karena umur dan kondisinya aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam tindakan yang dapat merusak aset tetap tersebut. Lazimnya, suatu aset tetap dikategorikan sebagai aset bersejarah jika mempunyai bukti tertulis sebagai barang/bangunan bersejarah.
Barang/bangunan peninggalan sejarah tersebut sulit ditaksir nilai wajarnya. Oleh karena itu dalam SAP diatur bahwa aset bersejarah tidak disajikan di neraca tetapi cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini pun hanya mencantumkan kuantitas fisiknya saja tanpa nilai perolehannya.
Apabila aset bersejarah tersebut masih dimanfaatkan untuk operasional pemerintah, misalnya untuk ruang perkantoran, maka perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya, yaitu dicantumkan di neraca dengan nilai wajarnya.
Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah ;
(a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga  pasar;
(b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
(c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
(d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.

Aset Infrastrukutur
Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut;
(a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
(b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
(c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
(d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.

Aset Militer
Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada.

 

         Pengeluaran Setelah Perolehan

Aset tetap diperoleh pemerintah dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintahan. Aset tetap bagi pemerintah, di satu sisi merupakan sumberdaya ekonomi, di sisi lain merupakan suatu komitmen, artinya di kemudian hari pemerintah wajib memelihara atau merehabilitasi aset tetap yang bersangkutan. Pengeluaran belanja untuk aset tetap setelah perolehan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belanja untuk pemeliharaan dan belanja untuk peningkatan.  
Belanja pemeliharaan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi aset tetap tersebut sesuai dengan kondisi awal. Sedangkan belanja untuk peningkatan adalah belanja yang memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, masa manfaat, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja. Pengeluaran yang dikategorikan sebagai pemeliharaan tidak berpengaruh pada nilai aset tetap yang bersangkutan. Sedangkan pengeluaran yang memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja merupakan belanja modal, harus dikapitalisasi untuk menambah nilai aset tetap tersebut.
Misalnya Pemda A mempunyai sebuah komputer yang dibeli tahun 2004 dengan nilai perolehan Rp5.000.000,00. Setiap tahun dikeluarkan biaya pemeliharaan sebesar Rp200.000,00. Setelah biaya pemeliharaan tersebut dikeluarkan, nilai komputer tetap Rp5.000.000,00. Pada tahun 2005 komputer tersebut di upgrade dengan biaya Rp500.000,00. Atas biaya upgrade yang dapat meningkatkan kapasitas komputer tersebut, maka nilai komputer menjadi Rp5.500.000,00.

Pengukuran Berikutnya Terhadap Pengakuan Awal
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, seiring dengan semakin lamanya digunakan, aset tetap selain tanah akan mengalami penurunan manfaat karena aus atau rusak karena pemakaian. Dalam rangka penyajian nilai wajar terhadap aset-aset tersebut dapat dilakukan penyusutan. Selain itu aset tetap juga dapat direvaluasi, dihentikan penggunaannya, atau dilepaskan.
a.      Penyusutan
Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Penyusutan ini bukan untuk alokasi biaya sebagaimana penyusutan di sektor komersial, tetapi untuk menyesuaikan nilai sehingga dapat disajikan secara wajar. Pengertian ini berdampak pada jurnal yang harus dibuat pada saat mengakui penyusutan, dimana tidak ada pengakuan beban penyusutan melainkan hanya penurunan nilai aset. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode dicatat dengan cara mengurangi nilai tercatat aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Jurnal standar untuk penyusutan adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

XXX


     Akumulasi Penyusutan


XXX

(Untuk mencatat penyusutan)




Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Metode Penyusutan yang dapat diterapkan sesuai dengan PSAP 07 adalah:
a.       Metode garis lurus (straight line method); atau
b.      Metode saldo menurun ganda (double declining method); atau
c.       Metode unit produksi (unit of production method)
Penerapan dari masing-masing metode ini dapat digambarkan melalui contoh berikut:
Sebuah mesin fotocopy yang dibeli dengan harga Rp10.000.000,00 dan diperkirakan mempunyai masa manfaat selama 4 tahun dan kapasitasnya mampu memfotocopy sebanyak 100.000 lembar. Penyusutan yang dapat dihitung setiap tahun dari mesin ini adalah sebagai berikut:


a.      Metode garis lurus

Tahun I : Rp10.000.000,00 : 4 = Rp2.500.000,00
Jurnal:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

2.500.000


     Akumulasi Penyusutan


2.500.000

(Untuk mencatat penyusutan)



       Penghitungan dan jurnal yang sama harus dilakukan untuk 3 tahun berikutnya sehingga nilai dari mesin tersebut pada akhir tahun ke 4 adalah Rp1,00
b.      Metode saldo menurun ganda
Persentase penyusutan per tahun = 2 x (100/4) = 50%
      Tahun I : Rp10.000.000,00 x 50% = Rp5.000.000,00
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

5.000.000


     Akumulasi Penyusutan


5.000.000

(Untuk mencatat penyusutan)




Tahun II : (Rp10.000.000,00 - 5.000.000,00) x 50% = Rp2.500.000,00
      Jurnal:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

2.500.000


     Akumulasi Penyusutan


2.500.000

(Untuk mencatat penyusutan)




Tahun III : (Rp5.000.000,00 – 2.500.000,00) x 50% = Rp1.250.000,00
      Jurnal:




SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

1.250.000


     Akumulasi Penyusutan


1.250.000

(Untuk mencatat penyusutan)




Tahun IV : (Rp2.500.000,00 – 1.250.000,00) = Rp1.250.000,00 (pembulatan)
      Jurnal:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

1.250.000


     Akumulasi Penyusutan


1.250.000

(Untuk mencatat penyusutan)




c.       Metode unit produksi
Persentase penyusutan per tahun tergantung dari jumlah produksi pada tahun tersebut
      Tahun I : Produksi 30.000 lembar
      Penyusutan = (30.000/100.000) x Rp10.000.000,00
                             = Rp3.000.000,00
      Jurnal:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

3.000.000


     Akumulasi Penyusutan


3.000.000

(Untuk mencatat penyusutan)




Tahun II dan seterusnya penyusutan dihitung berdasarkan produksi pada tahun tersebut, dan penyusutan tersebut harus terus dilakukan meskipun telah melewati umur teknisnya.



b.      Penilaian Kembali (Revaluation)
Dalam hal terjadi perubahan harga secara signifikan, pemerintah dapat melakukan penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki. Hal ini diperlukan agar nilai aset tetap pemerintah yang ada saat ini mencerminkan nilai wajar sekarang. SAP mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan penilaian kembali (revaluasi) sepanjang revaluasi tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional misalkan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden.
Apabila revaluasi telah dilakukan maka nilai aset tetap yang ada di neraca harus disesuaikan dengan cara menambah/mengurangi nilai tercatat dari setiap aset tetap yang bersangkutan dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap sesuai dengan selisih antara nilai hasil revaluasi dengan nilai tercatat.

Jurnal standar untuk mencatat hasil revaluasi adalah:
a. Bila nilai revaluasi lebih kecil daripada nilai tercatat, misalnya untuk tanah
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

XXX


     Tanah


XXX

(Untuk mencatat revaluasi)




b. Bila nilai revaluasi lebih besar daripada nilai tercatat, misalnya:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Tanah

XXX


     Diinvestasikan dalam Aset Tetap


XXX

(Untuk mencatat revaluasi)




Penghentian Dan Pelepasan
       Bila aset tetap sudah rusak berat dan tidak dapat digunakan lagi maka aset tetap tersebut akan dihapuskan dari pembukuan. Proses penghapusan seringkali memerlukan waktu yang lama, maka sementara menunggu surat keputusan penghapusan terbit aset yang rusak atau tidak dapat digunakan lagi dipindahkan dari kelompok aset tetap menjadi akun Aset Lain-lain dalam kelompok aset lainnya di neraca dan diungkapkan dalam CaLK. Hal yang sama diterapkan untuk aset tetap yang karena alasan lain juga tidak digunakan secara aktif lagi dalam operasional pemerintah meskipun tidak dalam kondisi rusak berat.

Jurnal standar untuk penghentian aset tetap dari penggunaannya adalah sebagai berikut:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

XXX


     Peralatan dan Mesin


XXX

Aset Lainnya

XXX


     Diinvestasikan dalam Aset Lainnya


XXX

(Untuk mencatat penghentian aset tetap)




       Apabila suatu aset tetap telah dilepaskan atau secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan datang, berarti aset tetap tersebut tidak lagi memenuhi definisi aset tertap sehingga harus dihapuskan. Jika aset tetap tersebut telah dihapuskan melalui surat keputusan penghapusan, maka aset tetap tersebut harus dieliminasi dari neraca dan diungkapkan dalam CaLK.   

Jurnal standar untuk mencatat transaksi tersebut adalah sbb:
SKPD
Tanggal
Uraian
Ref
Debet
Kredit

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

XXX


     Peralatan dan Mesin


XXX

(Untuk mencatat pelepasan  aset tetap)





E.   Pengungkapan Aset Tetap

 

1.      Penyajian

Penyajian aset tetap dalam lembar muka neraca adalah sebagai berikut:
Aset
      Aset Tetap
            Tanah                                                  xxx
            Peralatan dan Mesin                            xxx
            Gedung dan Bangunan                                   xxx
            Jalan, Irigasi dan Jaringan                   xxx
            Aset Tetap Lainnya                             xxx    
            Konstruksi dalam Pengerjaan             xxx
            Akumulasi Penyusutan                                   (xxx)                                                                                  Total Aset Tetap                                       xxx                                                                                                                                         
Ekuitas Dana
      Ekuitas Dana Investasi                            
            Diinvestasikan dalam Aset Tetap        xxx
                        Total Ekuitas Dana Investasi              xxx

Akumulasi Penyusutan disajikan dalam angka negatif untuk mengurangi total nilai aset tetap. Jumlah total aset tetap harus sama dengan nilai akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. 

2.      Pengungkapan

Selain disajikan pada lembar muka neraca, aset tetap juga harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini sangat penting sebagai penjelasan tentang hal-hal penting yang tercantum dalam neraca. Tujuan pengungkapan ini adalah untuk meminimalisasi kesalahan persepsi bagi pembaca laporan keuangan.
Dalam CaLK harus diungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sbb:
Ø  Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat;
Ø  Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai jika ada, dan mutasi aset tetap lainnya.
Ø  Informasi penyusutan meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Selain itu, dalam CaLK juga harus diungkapkan:
Ø  Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap
Ø  Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap
Ø  Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi
Ø  Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap
Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal
berikut harus diungkapkan:
Ø  Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap
Ø  Tanggal efektif penilaian kembali
Ø  Jika ada, nama penilai independen
Ø  Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti
Ø  Nilai tercatat setiap jenis aset tetap

3.      Lampiran

Nilai aset tetap yang ada dalam neraca merupakan gabungan dari seluruh aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh suatu pemerintah. Apabila pembaca laporan keuangan ingin mengetahui rincian aset tetap tersebut, maka laporan keuangan perlu lampiran tentang Daftar Aset yang terdiri dari nomor kode aset tetap, nama aset tetap, kuantitas aset tetap, dan nilai aset tetap.







BAB 3
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TANAH
A.     Definisi
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.
Lebih lanjut, PSAP 07 menyediakan pembahasan tersendiri mengenai akuntansi tanah, yaitu pada Paragraf 60 sampai dengan 63 yang mengatur mengenai kepemilikan tanah dan pengakuan tanah di luar negeri. Isi dari paragraf tersebut adalah Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.
Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas waktu.

B.   Pengakuan Aset Tanah
Berdasarkan SAP 07, Tanah dapat diakui sebagai aset tetap apabila
memenuhi 4 (empat) kriteria berikut ;
1) mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
2) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
3) tidak dimaksudkan untuk dijual
4) diperoleh dengan maksud untuk digunakan.
Berdasarkan hal tersebut, apabila salah satu kriteria tidak terpenuhi maka tanah tersebut tidak dapat diakui sebagai aset tetap milik pemerintah.
Pengadaan tanah pemerintah yang sejak semula dimaksudkan untuk diserahkan kepada pihak lain tidak disajikan sebagai aset tetap tanah, melainkan disajikan sebagai persediaan. Misalnya, apabila Kementerian Perumahan Rakyat mengadakan tanah yang diatasnya akan dibangun rumah untuk rakyat miskin. Pada Neraca Kementerian Perumahan Rakyat, tanah tersebut tidak disajikan sebagai aset tetap tanah, namun disajikan sebagai persediaan.
Lebih lanjut SAP 07 mengatur bahwa pengakuan aset tetap akan sangatandal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah. Begitu pula SAP 05 menyatakan bahwa persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan atau kepenguasaannya berpindah. Hak kepemilikan tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Pengelolaan Lahan (SPL). Berdasarkan hal tersebut, untuk contoh kasus di atas, Kementerian Perumahan Rakyat tetap mengakui/ mencatat tanah sebagai persediaan sebelum berita acara penyerahan dan sertifikat tanah diserahkan kepada masing-masing rakyat yang berhak.
Pada praktiknya, masih banyak tanah-tanah pemerintah yang dikuasai atau digunakan oleh kantor-kantor pemerintah, namun belum disertifikatkan atas nama pemerintah. Atau pada kasus lain, terdapat tanah milik pemerintah yang dikuasai atau digunakan oleh pihak lain karena tidak terdapat bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut. Terkait dengan kasus-kasus kepemilikan tanah dan penyajiannya dalam laporan keuangan, maka terdapat pedoman sebagai berikut:
1)      Dalam hal tanah belum ada bukti kepemilikan yang sah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2)      Dalam hal tanah dimiliki oleh pemerintah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan, bahwa tanah tersebut dikuasai atau digunakan oleh pihak lain.
3)      Dalam hal tanah dimiliki oleh suatu entitas pemerintah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh entitas pemerintah yang lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan pada neraca entitas pemerintah yang mempunyai bukti kepemilikan, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas pemerintah yang menguasai dan/atau menggunakan tanah cukup mengungkapkan tanah tersebut secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
4)      Perlakuan tanah yang masih dalam sengketa atau proses pengadilan:
a.       Dalam hal belum ada bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
b.      Dalam hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
c.       Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
d.      Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, namun adanya sertifikat ganda harus diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Tanah Wakaf
Tanah wakaf yang digunakan oleh instansi pemerintah tidak disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah karena Pemerintah tidak memiliki dan/atau tidak menguasai tanah wakaf tersebut. Tanah wakaf tersebut diungkapkan secara memadai pada 8 Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

C.   Pengukuran Aset Tanah
PSAP 07 Paragraf 20 menyatakan bahwa : “Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak dimungkinkan, maka penilaian aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.”
Selanjutnya, PSAP 07 Paragraf 30 menyatakan bahwa: “Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga  pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka  memperoleh hak seperti biaya pengurusan sertifikat, biaya pematangan, pengukuran,  penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai  tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika  bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.”
Apabila perolehan tanah pemerintah dilakukan oleh panitia pengadaan, maka termasuk  dalam harga perolehan tanah adalah honor panitia pengadaan/pembebasan tanah dan belanja  perjalanan dinas dalam rangka perolehan tanah tersebut. PSAP 07 Paragraf 62 lebih jauh menjelaskan bahwa tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah  yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang  dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah  perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas  tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan  prinsip-prinsip yang ada pada PSAP 07. 
Biaya yang terkait dengan peningkatan bukti kepemilikan tanah, misalnya dari status tanah girik menjadi Sertifikat Hak Pengelolaan, dikapitalisasi sebagai biaya perolehan tanah. Biaya yang timbul atas penyelesaian sengketa tanah, seperti biaya pengadilan dan pengacara tidak dikapitalisasi sebagai biaya perolehan tanah.
Aset tetap tanah disajikan dalam neraca sesuai dengan biaya perolehan atau sebesar  nilai wajar pada saat tanah tersebut diperoleh. Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 58, aset tetap tanah tidak disusutkan.

D.   Pengungkapan dan Penyajian Aset Tanah
Tanah disajikan di neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehan atau nilai  wajar pada saat Tanah diperoleh. Selain itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk nilai tercatat (carrying amount) Tanah. 
b. Kebijakan akuntansi sebagai dasar kapitalisasi tanah, yang dalam hal tanah tidak ada nilai  satuan minimum kapitalisasi tanah.
c. Rekonsiliasi nilai tercatat Tanah pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan (pembelian, hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya); 
• Perolehan yang berasal dari pembelian direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk 20 tanah;
• Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya);
• Perubahan nilai, jika ada. 



















BAB 4
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET PERALATAN & MESIN
A.   Definisi Aset Peralatan & Mesin
Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 10, Peralatan dan Mesin mencakup mesin-mesin dan  kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
Peralatan dan Mesin dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, seperti alat perkantoran, komputer, alat angkutan (darat, air, dan udara), alat komunikasi, alat kedokteran, alat-alat berat, alat bengkel, alat olah raga, dan rambu-rambu.

B.   Pengakuan Aset Peralatan & Mesin
PSAP 07 Paragraf 15 menyatakan bahwa: “Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya  dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi  kriteria sebagai berikut:
(a) Berwujud
(b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
(c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
(d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.”

Untuk itu, suatu aset diakui sebagai Peralatan dan Mesin jika memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada PSAP 07 Paragraf 15.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh dan yang dimaksudkan akan diserahkan kepada  pihak lain, tidak dapat dikelompokkan dalam aset tetap Peralatan dan Mesin, tapi dikelompokkan pada aset persediaan. Misalkan Pemda Kabupaten b melalui Dinas  Kesehatan mengadakan perlengkapan rumah sakit yang terdiri dari komputer sebanyak 10 unit.  Sumber pendanaan adalah APBD yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan ketentuan penggunaan DAK pelaksanaan kegiatan tersebut ditujukan untuk rumah sakit yang dikelola oleh yayasan. Berdasarkan hal tersebut, komputer tersebut tidak dapat diakui sebagai  aset tetap peralatan dan mesin karena ditujukan untuk sekolah yang dikelola oleh yayasan. Komputer tersebut disajikan dalam kelompok persediaan.
Pengakuan peralatan dan mesin dapat dilakukan apabila terdapat bukti bahwa hak/kepemilikan telah berpindah, dalam hal ini misalnya ditandai dengan berita acara serah terima pekerjaan, dan untuk kendaraan bermotor dilengkapi dengan bukti kepemilikan  kendaraan.  Perolehan peralatan dan mesin dapat melalui pembelian, pembangunan, tukar menukar,  hibah/donasi, dan lainnya.
Perolehan melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian  tunai, kredit, atau angsuran. Perolehan melalui pembangunan dapat dilakukan dengan  membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi. 
Perolehan peralatan dan mesin melalui pembelian tunai diakui sebagai penambah nilai  peralatan dan mesin, dan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka  penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran, perolehan peralatan dan mesin melalui  pembelian dan pembangunan diakui sebagai belanja modal. Perolehan peralatan dan mesin melalui hibah/donasi diakui sebagai penambah nilai Peralatan dan Mesin pada Neraca dan  sebagai pendapatan-LO. Perolehan peralatan dan mesin melalui pembelian kredit diakui sebagai penambah nilai peralatan dan mesin, dan sebagai penambah kewajiban pada neraca.

C.   Pengukuran Aset Peralatan & Mesin
Aset Tetap dinilai dengan biaya perolehan, apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Peralatan dan Mesin dinilai  dengan biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.

D.   Pengungkapan dan Penyajian Aset Peralatan & Mesin
aset tetap disajikan berdasarkan biaya  perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Selanjutnya selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Dengan demikian, Peralatan dan Mesin disajikan berdasarkan biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Penyusutan atas Peralatan dan Mesin pada suatu periode disajikan sebagai beban  penyusutan dalam Laporan Operasional. Selain itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount) Peralatan dan Mesin.
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin. 
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Peralatan dan Mesin pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
Ø  Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, pertukaran aset, dan lainnya)
Ø  Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk Peralatan dan Mesin
Ø  Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
Ø  Perubahan nilai, jika ada.
4.    Informasi penyusutan Peralatan dan Mesin yang meliputi: nilai penyusutan, metode  penyusutan yang digunakan, alasan pilihan metode penyusutan, perubahan metode  penyusutan (jika ada), masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta nilai  tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.



BAB 5
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET GEDUNG DAN BANGUNAN
A.Definisi Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 9 menyatakan bahwa : “Gedung dan bangunan mencakup seluruh  gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan  operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.” Termasuk dalam kelompok Gedung dan Bangunan adalah gedung perkantoran, rumah dinas, bangunan tempat ibadah, bangunan menara, monumen/bangunan bersejarah, gudang, dan gedung museum.
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi  sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,  kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Gedung dan bangunan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan  gedung dan bangunan yang ada di atasnya. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud  dimasukkan dalam kelompok Tanah.
Gedung dan Bangunan dapat diklasifikasikan menurut jenisnya, seperti gedung perkantoran, rumah dinas, bangunan tempat ibadah, menara, monumen/bangunan bersejarah, gudang, gedung museum.
Gedung bertingkat pada dasarnya terdiri dari komponen bangunan fisik, komponen  penunjang utama yang berupa mechanical engineering (lift, instalasi listrik beserta generator,  dan sarana pendingin Air Conditioning), dan komponen penunjang lain yang antara lain berupa saluran air dan telepon. Masing-masing komponen mempunyai masa manfaat yang berbeda, sehingga umur penyusutannya berbeda, serta memerlukan pola pemeliharaan yang berbeda pula. Perbedaan masa manfaat dan pola pemeliharaan menyebabkan diperlukannya sub-akun pencatatan yang berbeda untuk masing-masing komponen gedung bertingkat, misalnya menjadi sebagai berikut:
Gedung:
• Bangunan Fisik 
• Taman, Jalan, dan Tempat Parkir, Pagar 
• Instalasi AC
• Instalasi Listrik dan Generator
• Lift
• Penyediaan Air, Saluran Air Bersih, dan Air Limbah
• Saluran Telepon

B. Pengakuan Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 15 menyatakan bahwa: “Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya  dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi  kriteria sebagai berikut:
(a) Berwujud
(b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
(c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
(d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.”

Dengan demikian, untuk dapat diakui sebagai Gedung dan Bangunan, maka gedung dan bangunan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi normal  entitas dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pengakuan Gedung dan  Bangunan harus dipisahkan dengan tanah di mana gedung dan bangunan tersebut didirikan.
Gedung dan bangunan yang dibangun oleh pemerintah, namun dengan maksud akan  diserahkan kepada masyarakat, seperti rumah yang akan diserahkan kepada para transmigrans, maka rumah tersebut tidak dapat dikelompokkan sebagai “Gedung dan  Bangunan”, melainkan disajikan sebagai “Persediaan.”
Gedung dan Bangunan diakui pada saat gedung dan bangunan telah diterima atau  diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap  dipakai. Hal tersebut sesuai dengan PSAP 07 Paragraf 18 yang menyatakan bahwa: “Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan  hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.”
Saat pengakuan Gedung dan Bangunan akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat  bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum,  misalnya akte jual beli atau Berita Acara Serah Terima. Apabila perolehan Gedung dan  Bangunan belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu  proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian gedung kantor yang masih harus  diselesaikan proses jual beli (akta) dan bukti kepemilikannya di instansi berwenang, maka  Gedung dan Bangunan tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas Gedung dan Bangunan tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan  penguasaan atas bangunan. 
Perolehan Gedung dan Bangunan dapat melalui pembelian, pembangunan, atau tukar  menukar, hibah/donasi, dan lainnya. Perolehan melalui pembelian dapat dilakukan dengan  pembelian tunai, kredit, atau angsuran. Perolehan melalui pembangunan dapat dilakukan  dengan membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi.
Perolehan gedung dan bangunan melalui pembelian tunai diakui sebagai penambah nilai  gedung dan bangunan, dan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah pada neraca. Dalam  rangka penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran, perolehan gedung dan bangunan melalui  pembelian tunai diakui sebagai belanja modal. Perolehan peralatan dan mesin melalui  hibah/donasi diakui sebagai penambah nilai gedung dan bangunan pada Neraca dan sebagai  pendapatan-LO. Perolehan gedung dan bangunan melalui pembelian kredit diakui sebagai  penambah nilai peralatan dan mesin, dan sebagai kewajiban pada neraca.

C.Pengukuran Aset Gedung dan Bangunan
PSAP 07 Paragraf 20 menyatakan bahwa: “Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan  menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap  didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.”
Berdasarkan PSAP tersebut, maka gedung dan bangunan dinilai dengan biaya  perolehan. Biaya perolehan gedung dan bangunan meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan  untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi  harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak.  Apabila penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak  memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan. 
Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi  biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya  perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya  lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut seperti pengurusan  IMB, notaris, dan pajak. Sementara itu, Gedung dan Bangunan yang dibangun melalui kontrak  konstruksi, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya  perizinan, jasa konsultan, dan pajak. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari sumbangan  (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.

D.Pengungkapan dan Penyajian Aset Gedung dan Bangunan
Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan  aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Selanjutnya selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap  disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Dengan demikian, Gedung dan  Bangunan disajikan berdasarkan biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan
Penyusutan atas gedung dan bangunan pada suatu periode disajikan sebagai beban  penyusutan dalam Laporan Operasional.
Selain itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Gedung dan Bangunan.
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan.
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Gedung dan Bangunan pada awal dan akhir periode yang  menunjukkan: 
− Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan,  pertukaran aset, dan lainnya)
− Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total  belanja modal untuk gedung dan bangunan 
− Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
− Perubahan nilai, jika ada.  
4. Informasi penyusutan Gedung dan Bangunan yang meliputi: nilai penyusutan, metode  penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta  nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.













BAB 6
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET JALAN, IRIGASI & JARINGAN
A.     Definisi Aset Jalan, Irigasi & Jaringan
PSAP 07 Paragraf 11 menyatakan bahwa: Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup  jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau  dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.” Jalan, irigasi, dan jaringan tersebut selain digunakan dalam kegiatan pemerintah juga dimanfaatkan oleh masyarakat  umum. Termasuk dalam klasifikasi jalan, irigasi, dan jaringan adalah jalan raya, jembatan,  bangunan air, instalasi air bersih, instalasi pembangkit listrik, jaringan air minum, jaringan listrik,  dan jaringan telepon.
Jalan, irigasi, dan jaringan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan  jalan, irigasi dan jaringan. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok Tanah.
Sesuai dengan kebutuhan entitas, aset tetap ini dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi  misalnya jalan, jembatan, waduk, saluran irigasi, instalasi distribusi air, instalasi pembangkit  listrik, instalasi distribusi listrik, saluran transmisi gas, instalasi distribusi gas, jaringan telepon,  dan sebagainya.

B.       Pengakuan Aset Jalan, Irigasi & Jaringan
Untuk dapat diakui sebagai Jalan, Irigasi, dan Jaringan, maka -- dengan mengacu pada  PSAP 07 paragraf 11 -- Jalan, Irigasi, dan Jaringan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh dengan maksud untuk  digunakan.
Jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat jalan, irigasi, dan jaringan telah diterima atau  diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap  dipakai.  Perolehan jalan, irigasi, dan jaringan pada umumnya dengan pembangunan baik  membangun sendiri (swakelola) maupun melalui kontrak konstruksi. Perolehan jalan, irigasi, dan jaringan melalui pembangunan diakui sebagai penambah  nilai jalan, irigasi, dan jaringan, dan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah pada neraca.  Dalam rangka penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran, perolehan jalan, irigasi, dan  jaringan melalui pembangunan diakui sebagai belanja modal.

C.     Pengukuran Aset Jalan, Irigasi & Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan diukur/dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan jalan,  irigasi, dan jaringan meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi,  dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan  biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan,  pajak, kontrak konstruksi, dan pembongkaran. Biaya perolehan untuk jalan, Irigasi dan Jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang  terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan  pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan, pajak dan pembongkaran. Jalan, Irigasi dan  Jaringan yang diperoleh dari sumbangan (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat  perolehan.

D.     Pengungkapan dan Penyajian Aset Jalan, Irigasi & Jaringan
Penyusutan atas Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada suatu periode disajikan sebagai beban  penyusutan dalam Laporan Operasional.  Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan pula: 
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi, dan Jaringan,  yang dalam hal ini tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi. 
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada awal dan akhir periode yang  menunjukkan:
− Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan,  pertukaran aset, dan lainnya
    Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total  belanja modal untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan. 
− Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
 − Perubahan nilai, jika ada .
4. Informasi penyusutan Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang meliputi: nilai penyusutan, metode  penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta  nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
















BAB 7
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET TETAP LAINNYA
A.   Definisi Aset Tetap Lainnya
PSAP 07 Paragraf 12 menyatakan bahwa “Aset tetap lainnya mencakup aset tetap 5 yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh 6 dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 7 dipakai.”
Aset Tetap Lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam  kelompok Aset Tetap Tanah, Aset Tetap Peralatan dan Mesin, Aset Tetap Gedung dan  Bangunan, Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk  kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.   
Aset yang termasuk dalam klasifikasi Aset Tetap Lainnya adalah koleksi  perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olah raga, hewan,  ikan, dan tanaman. Termasuk dalam kategori Aset Tetap Lainnya adalah Aset Tetap-Renovasi,  yaitu biaya renovasi atas aset tetap yang bukan miliknya, dan biaya partisi suatu ruangan  kantor yang bukan miliknya.

B.   Pengakuan Aset Tetap Lainnya
Aset Tetap Lainnya diakui pada saat Aset Tetap Lainnya telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai  oleh entitas. Khusus mengenai pengakuan biaya renovasi atas aset tetap yang bukan milik  dapat mengacu  pada Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah sebagai berikut: 
1) Apabila renovasi aset tetap tersebut meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial aset tetap  misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang menjadi ruangan kerja dan kapasitasnya  naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi. Apabila renovasi  atas aset tetap yang disewa tidak menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai  Beban Operasional. Aset Tetap-Renovasi diklasifikasikan ke dalam Aset Tetap Lainnya. 
2) Apabila manfaat ekonomi renovasi tersebut lebih dari satu tahun buku, dan memenuhi butir  1 di atas, biaya renovasi dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi, sedangkan apabila  manfaat ekonomik renovasi kurang dari 1 tahun buku, maka pengeluaran tersebut  diperlakukan sebagai Beban Operasional tahun berjalan. 
3) Apabila jumlah nilai moneter biaya renovasi tersebut material, dan memenuhi syarat butir 1  dan 2 di atas, maka pengeluaran tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap–Renovasi.  Apabila tidak material, biaya renovasi dianggap sebagai Beban Operasional. 
Perolehan Aset Tetap Lainnya, selain Aset Tetap-Renovasi, pada umumnya melalui  pembelian atau perolehan lain seperti hibah/donasi. Perolehan Aset Tetap Lainnya melalui  pembelian diakui sebagai penambah nilai Aset Tetap Lainnya, dan mengurangi Kas Umum  Negara/Daerah pada neraca. Dalam rangka penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran,  perolehan Aset Tetap Lainnya melalui pembelian diakui sebagai belanja modal. Perolehan Aset  Tetap Lainnya melalui hibah/donasi diakui sebagai penambah nilai Aset Tetap Lainnya pada Neraca dan sebagai pendapatan-LO

C.   Pengukuran Aset Tetap Lainnya
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan  untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. 
Aset Tetap Lainnya dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya  yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan,  pajak, serta biaya perizinan.
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya yang diadakan melalui swakelola, misalnya untuk  Aset Tetap Renovasi, meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan,  pajak, dan jasa konsultan.
Aset Tetap Lainnya yang dikapitalisasi dibukukan dan dilaporkan di dalam Neraca. Aset  Tetap Lainnya yang tidak dikapitalisasi tidak disajikan dalam Neraca, namun tetap diungkapkan  dalam Catatan atas Laporan Keuangan

D.   Pengungkapan dan Penyajian Aset Tetap Lainnya
Sesuai dengan PSAP 07 Paragraf 52, aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan  aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Metode penyusutan atas Aset Tetap  Lainnya diatur dalam Buletin Teknis Nomor 05 tentang Akuntansi Penyusutan. Aset Tetap  Lainnya berupa hewan, tanaman, buku perpustakaan tidak dilakukan penyusutan secara  periodik, melainkan diterapkan penghapusan pada saat aset tetap lainnya tersebut sudah tidak  dapat digunakan atau mati. Untuk penyusutan atas Aset Tetap-Renovasi dilakukan sesuai  dengan umur ekonomik mana yang lebih pendek (which ever is shorter) antara masa manfaat  aset dengan masa pinjaman/sewa.
Penyusutan atas aset lainnya pada suatu periode disajikan sebagai beban  penyusutan dalam Laporan Operasional.  Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan pula: 
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan
2. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi, dan Jaringan,  yang dalam hal ini tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi. 
3. Rekonsiliasi nilai tercatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada awal dan akhir periode yang  menunjukkan:
− Penambahan (pembelian, hibah/donasi, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan,  pertukaran aset, dan lainnya
    Perolehan yang berasal dari pembelian/pembangunan direkonsiliasi dengan total  belanja modal untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan. 
− Pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, dan lainnya)
 − Perubahan nilai, jika ada .
4. Informasi penyusutan Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang meliputi: nilai penyusutan, metode  penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, serta  nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.

























BAB 8
DEFINISI, PENGAKUAN, PENGUKURAN & PENGUNGKAPAN ASET KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
A.     Definisi Aset Konstruksi dalam Pengerjaan
Sesuai dengan PSAP 08 Paragraf 6, Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup  tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap  lainnya, yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode  waktu tertentu dan belum selesai. Standar ini wajib diterapkan oleh entitas yang melaksanakan  pembangunan aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan operasional  pemerintahan dan/atau pelayanan masyarakat, dalam jangka waktu tertentu, baik yang  dilaksanakan secara swakelola maupun oleh pihak ketiga. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui  pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. Perolehan aset dengan swakelola atau dikontrakkan  pada dasarnya sama. Nilai yang dicatat sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah sebesar  jumlah yang dibayarkan dan yang masih terhutang atas perolehan aset. Biaya-biaya pembelian  bahan dan juga upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelaksanaan pekerjaan secara  swakelola pada dasarnya sama dengan jumlah yang dibayarkan kepada kontraktor atas  penyelesaian bagian pekerjaan tertentu. Keduanya merupakan pengeluaran pemerintahan  untuk mendapatkan aset. 
Suatu KDP ada yang dibangun tidak melebihi satu tahun anggaran dan ada juga yang  dibangun secara bertahap yang penyelesaiannya melewati satu tahun anggaran. Apabila  Pemerintah mengontrakkan pekerjaan tersebut kepada pihak ketiga dengan perjanjian akan  dilakukan penyelesaian lebih dari satu tahun anggaran, maka penyelesaikan bagian tertentu  (prosentase selesai) dari pekerjaan yang disertai berita acara penyelesaian, pemerintah akan  membayar sesuai dengan tahapan pekerjaan yang diselesaikan dan selanjutnya dibukukan  sebagai KDP. Permasalahan utama akuntansi untuk KDP adalah identifikasi jumlah biaya yang  diakui sebagai aset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi  suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung  dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 
Suatu kontrak konstruksi mungkin dinegosiasikan untuk membangun sebuah aset  tunggal seperti jembatan, bangunan, dam, pipa, jalan, kapal, dan terowongan. Kontrak  konstruksi juga berkaitan dengan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung  satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi dan fungsi atau tujuan dan penggunaan utama.  Kontrak seperti ini misalnya konstruksi kilang-kilang minyak, konstruksi jaringan irigasi, atau  bagian-bagian lain yang kompleks dari pabrikan atau peralatan.
Sesuai dengan PSAP 08, kontrak konstruksi dapat meliputi: 
a. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi  aset, seperti jasa arsitektur; 
b. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 
c. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi  aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering; 
d. kontrak untuk membongkar/menghancurkan atau merestorasi aset dan restorasi  lingkungan setelah penghancuran aset.
Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak  konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, perlu menerapkan pernyataan ini pada suatu  komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu  kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak  konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi. Apabila suatu kontrak konstruksi mencakup  sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang  terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
a. Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b. Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat  menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset  tersebut;
c. Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasi.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat  dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu  kontrak konstruksi terpisah jika: 
a. aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi  dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau 
b. harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula. 
Adakalanya kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor, misalnya kontraktor  utama membangun fisik gedung, sedangkan subkontraktor menyelesaikan pekerjaan  mekanikal enginering seperti lift, listrik, atau saluran telepon. Namun demikian,  penanggungjawab utama tetap kontraktor utama dan pemerintah selaku pemberi kerja hanya  berhubungan dengan kontraktor utama, karena kontraktor utama harus bertanggungjawab  sepenuhnya atas pekerjaan subkontraktor.
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah  prosentase dari nilai penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan  pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak.

B.     Pengakuan Aset Konstruksi dalam Pengerjaan
Berdasarkan PSAP 08 Paragraf 14, suatu benda berwujud harus diakui sebagai KDP jika: 
a. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan 3 aset tersebut akan diperoleh; 
b. biaya perolehan aset tersebut dapat diukur dengan handal;
c. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Apabila dalam konstruksi aset tetap pembangunan fisik proyek belum dilaksanakan,  namun biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung ke dalam pembangunan proyek telah  dikeluarkan, maka biaya-biaya tersebut harus diakui sebagai KDP aset yang bersangkutan.

Penyelesaian Konstruksi Dalam Pengerjaan  
Suatu KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap  yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi  tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan. Dokumen sumber  untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan  (BAPP). Dengan demikian, apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti  pembangunan tersebut telah selesai. Selanjutnya, aset tetap definitif sudah dapat diakui  dengan cara memindahkan KDP tersebut ke akun aset tetap yang bersangkutan. 
Pencatatan suatu transaksi perlu mengikuti sistem akuntansi yang ditetapkan dengan  pohon putusan (decision tree) sebagai berikut: 
1. Atas dasar bukti transaksi yang obyektif (objective evidences); dan 
2. Dalam hal tidak dimungkinkan adanya bukti transaksi yang obyektif maka digunakan  prinsip subtansi mengungguli bentuk formal (substance over form). 
Dalam kasus-kasus spesifik dapat terjadi variasi dalam pencatatan. Terkait dengan  variasi penyelesaian KDP, Buletin Teknis ini memberikan pedoman sebagai berikut: 
1. Apabila aset telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan sudah  diperoleh, dan aset tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka aset  tersebut dicatat sebagai Aset Tetap Definitifnya. 


2. Apabila aset tetap telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan sudah  diperoleh, namun aset tetap tersebut belum dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka 2 aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap definitifnya. 
3. Apabila aset telah selesai dibangun, namun Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan  belum ada, walaupun aset tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker/SKPD, maka  aset tersebut masih dicatat sebagai KDP dan diungkapkan di dalam CaLK. 
4. Apabila sebagian dari aset tetap yang dibangun telah selesai, dan telah  digunakan/dimanfaatkan, maka bagian yang digunakan/dimanfaatkan masih diakui  sebagai KDP. 
5. Apabila suatu aset tetap telah selesai dibangun sebagian (konstruksi dalam pengerjaan), karena sebab tertentu (misalnya terkena bencana alam/force majeur) aset  tersebut hilang, maka penanggung jawab aset tersebut membuat pernyataan hilang  karena bencana alam/force majeur dan atas dasar pernyataan tersebut Konstruksi  Dalam Pengerjaan dapat dihapusbukukan. 
6. Apabila BAST sudah ada, namun fisik pekerjaan belum selesai, akan diakui sebagai  KDP.

Penghentian Konstruksi Dalam Pengerjaan  
Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya.  Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen.  Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP  tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara  memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP  direncanakan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen, maka saldo KDP  tersebut harus dikeluarkan dari neraca, dan kejadian ini diungkapkan secara memadai  dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

C.     Pengukuran Aset Konstruksi dalam Pengerjaan
Berdasarkan PSAP Nomor 7 paragraf 18, KDP dicatat dengan biaya perolehan.  Pengukuran biaya perolehan dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam proses  konstruksi aset tetap tersebut, yaitu secara swakelola atau secara kontrak konstruksi. 
1. Pengukuran Konstruksi Secara Swakelola  
Apabila konstruksi aset tetap tersebut dilakukan dengan swakelola, maka biaya-biaya  yang dapat diperhitungkan sebagai biaya perolehan adalah seluruh biaya langsung dan  tidak langsung yang dikeluarkan sampai KDP tersebut siap untuk digunakan, meliputi biaya  bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan,  biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada di atas tanah  yang diperuntukkan untuk keperluan pembangunan. 
Biaya konstruksi secara swakelola diukur berdasarkan jumlah uang yang telah dibayarkan  dan tidak memperhitungkan jumlah uang yang masih diperlukan untuk menyelesaikan  pekerjaan.  Bahan dan upah langsung sehubungan dengan kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
a. biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 
b. biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 
c. biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan  konstruksi;
d. biaya penyewaan sarana dan peralatan; 
e. biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan  konstruksi. 
Bahan tidak langsung dan upah tidak langsung dan biaya overhead lainnya yang dapat  diatribusikan kepada kegiatan konstruksi antara lain meliputi: 
a. asuransi, misalnya asuransi kebakaran; 
b. biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan  konstruksi tertentu; dan 
c. biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang  bersangkutan seperti biaya inspeksi. 
Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan  rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik  yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas  dasar proporsi biaya langsung.
2.      Pengukuran Konstruksi Secara Kontrak Konstruksi  
Apabila kontruksi dikerjakan oleh kontraktor melalui suatu kontrak konstruksi, maka  komponen nilai perolehan KDP tersebut berdasarkan PSAP 08 Paragraf 22 meliputi: (1)  termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian  pekerjaan; (2) kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor sehubungan dengan  pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan; dan (3)  pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan  kontrak konstruksi.
Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor, namun demikian penanggung  jawab utama tetap kontraktor utama dan pemerintah selaku pemberi kerja hanya  berhubungan dengan kontraktor utama. Pembayaran yang dilakukan oleh kontraktor utama  kepada subkontraktor tidak berpengaruh pada pemerintah. 
Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap  (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.  Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai KDP.  Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi  kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam  pengerjaan kontrak. Klaim tersebut tentu akan mempengaruhi nilai yang akan diakui  sebagai KDP.
3. Konstruksi Dibiayai dari Pinjaman  
Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa  konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat  diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan  biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai  konstruksi. Misalnya biaya bunga yang harus dibayar sehubungan dengan pinjaman yang ditarik untuk membiayai konstruksi tersebut sebesar Rp5.000.000, maka biaya tersebut  akan menambah nilai Kontruksi Dalam Pengerjaan. Jumlah biaya pinjaman yang  dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang  bersangkutan. Apabila bunga pinjaman yang harus dibayar pada tahun 20x1 sebesar  Rp2.000.000, maka yang dapat dikapitalisasi pada tahun 20x1 hanya sebesar  Rp2.000.000, meskipun total bunga pinjaman tersebut selama masa pinjaman 5 tahun  adalah sebesar Rp10.000.000.
Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh  dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke  masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya  konstruksi. Misalnya telah dilakukan penarikan pinjaman sebesar Rp700.000.000 untuk  membiayai pembelian aset A sebesar Rp200.000.000, aset B sebesar Rp400.000.000, dan  aset C sebesar Rp100.000.000. Bunga pinjaman yang telah dibayarkan atas pinjaman  tersebut adalah sebesar Rp14.000.000. Maka biaya bunga yang akan dialokasikan kepada  masing-masing aset tersebut adalah sebagai berikut: 
- Aset A : 2/7 x Rp 14.000.000 = Rp 4.000.000 
- Aset B : 4/7 x Rp 14.000.000 = Rp 8.000.000 
- Aset C : 1/7 x Rp 14.000.000 = Rp 2.000.000 
Total biaya bunga Rp14.000.000 
Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara yang tidak  disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur, maka biaya pinjaman yang dibayarkan  selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.  Pemberhentian sementara pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal  seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang  berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur  tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama  pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena  kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga  pada periode yang bersangkutan. Dengan demikian, biaya bunga tersebut tidak  ditambahkan sebagai nilai aset. 
Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing  dapat diidentifikasi. Dalam hal ini termasuk juga konstruksi aset tambahan atas permintaan  pemerintah, yang mana aset tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,  teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula dan harga aset  tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula. Jika jenis-jenis  pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang  dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan  yang belum selesai. Untuk bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan  lagi biaya pinjaman. Biaya pinjaman setelah konstruksi selesai disajikan sebagai beban  pada Laporan Operasional. 
Apabila entitas menerapkan kebijakan akuntansi untuk tidak mengkapitalisasi biaya  pinjaman dalam masa konstruksi, misalnya karena kesulitan mengidentifikasikan pinjaman  pada masing-masing kontrak konstruksi, maka kebijakan tersebut harus diungkapkan  dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

D.     Pengungkapan dan Penyajian Aset Konstruksi dalam Pengerjaan
KDP disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan. Selain itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula informasi mengenai:
a. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu  penyelesaiannya pada tanggal neraca; 
b. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya; 
c. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan sampai dengan tanggal neraca; 
d. Uang muka kerja yang diberikan sampai dengan tanggal neraca; dan 
e. Jumlah Retensi. 
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah  prosentase dari nilai penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan  pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak. Jumlah retensi  diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Demikian juga halnya dengan sumber  dana yang digunakan untuk membiayai aset tersebut perlu diungkap. Pencantuman sumber  dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal  tertentu.

1 komentar:

  1. kak maaf saya mau bertanya, referensi yang digunakan buku apa ya? saya masih bingung pencatatannya. kenapa belanja modal bukan pada perubahan sal dan jurnal korolarinya bukan aset pada R/K SKPKD . bukankah sekarang pemerintah sudah menggunakan basis acrual dalam pencatatan nya. terima kasih....

    BalasHapus