Penghindaran
pajak yang juga disebut tax planning, adalah proses pengendalian tindakan agar
terhindar dari konsekwensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki. Penghindaran
pajak adalah suatu tindakan yang benar-benar legal. Seperti halnya suatu
pengadilan yang tidak menghukum seseorang karena perbuatannya tidak melanggar
hokum atau tidak termasuk dalam kategori pelanggaran atau kejahatan, begitu pula
mengenai pajak yang tidak dipajaki, apabila tidak ada tindakan
tindakan/transaksi yang dapat dipajaki. Dalam hal ini sama sekali tidak ada
suatu pelanggaran hokum yang dilakukan dan malahan sebaliknya diperoleh
penghematan (tax saving) dengan cara mengatur tindakan yang menghindarkan
aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa,
sehingga terhindar dari pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali tidak
kena pajak.
Walaupun pada
dasarnya antar penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai sasaran
yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak
jelas-jelas merupakan illegal dalam usaha mengurangi beban pajak tersebut.
Menurut Robert H. Anderson : “Penyelundupan pajak adalah penyelundupan
pajak yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan Penghindaran pajak adalah
cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-undangan
perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama perencanaan pajak”.
Selanjutnya dikemukakan bahwa suatu
hal yang wajar apabila seseorang wajib pajak membayar pajaknya tidak melebihi
apa yang menjadi kewajibannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku dengan mengingat asumsi yang dbuat pada waktu
merencankan undang-undang pajak tersebut bahwa wajib pajak akan melaporkan
semua penghasilannya dengan benar dan mengklaim semua potongan-potongan yang
diperkenankan oleh undang-undang perpajakan, sehingga secara moral pun tianggap
tidak salah, apabila pengurangan beban pajak melalui penghindaran pajak
tersebut dianggap masih dalam batas ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
A.
Pembahasan
Penghindaran pajak atau perlawanan
terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya
penerimaan kas negara. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari
perlawanan aktif dan perlawanan pasif.
1.
Perlawanan
Pasif
Perlawanan yang
inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan
yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal
dari struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
a. Struktur
Ekonomi
Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat
agraris. Padahal pajak ini diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri.
Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya.
Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun, menghitung pendapatan netto akan
sangat sulit dilakukan ole masyarakat agraris. Selain karena pencatatan
pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan
pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk
menghindari hal ini, pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar
pendapatan nilai sewa, ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan.
Di negara berkembang, biasanya negara agraris menghubungkan
besarnya penghasilan netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan
dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah. Indonesia mengambil jalan keluar
untuk masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan pembukuan dengan menggunakan
norma perhitungan. Norma perhitungan dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak.
b.
Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk
Perlawanan
pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh fiscus
ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol. Contoh: Pajak kepemilikan
permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang kecil dan sulit
dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata menyembunyikan
permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.
c. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara
Contoh: masyarakat yang
hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga memungkinkan
mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka bekerja lebih
santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga
penerimaan negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah
subtropis yang memiliki empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak
bisa bekerja di musim dingin. Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim
yang lainnya agar kebutuhan di musim dingin bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka
bisa menghasilkan pendapatan yang lebih banyak sehingga uang yang masuk ke kas
negara pun lebih banyak.
d.
Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri
Contoh: untuk pajak yang cara
perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit pula, maka
perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan pasif
terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari
kantor perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah. Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh
pajak langsung dari pada pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh karena
cara perhitungan pajak tidak langsung lebih sederhana dari pajak langsung. Di
negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar dari pajak langsung.
Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung lebih besar dari
pada pemsukan negara dari pajak tidak langsung.
Pajak tidak langsung hanya merupakan
pelengkap dari pajak langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah
ketidakadilan. Sebagai contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang
merokok. Jika ada konglomerat dan tukang becak yang merokok, mereka akan
dikenakan cukai tembakau yang sama besarnya walaupun mereka memiliki kemampuan
ekonomi yang jauh berbeda.
Penghindaran pajak atau perlawanan
pajak merupakan hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak yang menyebabkan
berkurangnya kas negara. Hal ini terjadi dengan cara tidak melaporkan atau
melaporkan tetapi tidak sesuai keadaan sebenarnya atas pendapatan yang
seharusnya dikenai pajak. contoh : perusahaan-perusahaan menghindari
pajak dengan cara memanipulasi laporan keuangan perusahaan atau berkolusi
dengan aparat negara. Perusahaan-perusahaan mengaku mengalami kerugian selama 5
tahun berturut-turut. Tetapi, seperti yang disebut di atas, kurang masuk akal
jika 750 perusahaan tersebut menderita kerugian selama 5 tahun berturut-turut.
Itu hanyalah alasan untuk menghindari perusahaan-perusahaannya agar tidak
terkena pajak.
Kasus penghindaran pajak memang
harus diselidiki dan ditindak secara tegas karena kasus tersebut telah
merugikan keuangan negara dalam jumlah yang pastinya tidak sedikit. Seperti
kita ketahui, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
terbesar. Dari pemasukan pajaklah ini pemerintah membiayai pengeluran
pemerintah dan biaya pembangunan. Berkurangnya pendapatan dari pajak
menyebabkan negara mengalami defisit anggaran. Hal tersebut jelas mempengaruhi
kelangsungan pembangunan dan kondisi perekonomian negara.
Rendahnya kepatuhan wajib pajak
untuk membayar pajak merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus-kasus
penghindaran pajak. Selain itu bisa juga disebabkan karena lemahnya sistem
perpajakan di Indonesia dan adanya kolusi dengan aparat negara. Beberapa akibat
dari penghindaran pajak oleh wajib pajak adalah;
1)
hilangnya potensi pendapatan negara
2)
membuat sistem perpajakan menjadi kurang prospektif
3)
membuat pajak tidak bisa diandalkan sebagai sumber
pendapatan.
Untuk itu pemerintah perlu
meningkatkan kepatuhan para wajib pajak agar kasus-kasus penghindaran pajak
berkurang. Penyuluhan tentang pajak kepada para wajib pajak juga harus diadakan
untuk memberikan pengertian tentang manfaat pajak dan meningkatkan kepatuhan
kepada peraturan perpajakan Negara.
Melalaikan pajak adalah
menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi
formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara
menghalangi penyitaan. Sanksi bagi wajib pajak yang tidak segera membayar pajak
;
1) jika
wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut
2) jika
wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran
3) jika
belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama
dengan putusan pengadilan yang berlaku
4) setelah
2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan
yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.
2.
Perlawanan
Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan
yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha
dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan
untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya
dibayar.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap
pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax
Evation), Melalaikan Pajak.
a. Pajak (Tax Avoidance)
Penghindar pajak disebut juga Tax
Planning,yaitu proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekwensi
pengenaan pajak yg tidak dikehendaki.Sedangkan penghemat pajak yaitu usaha
mempekecil jumlah hutang pajak,secara umum dapat juga dikatakan bahwa cara
mengecilkan beban pajak melalui penyelundupan pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan pajak.
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP
keluar.Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar
undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran pajak
dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1) Menahan Diri. Yang dimaksud
dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai
pajak. Contoh: Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau, Tidak
menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak
atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang
dari plastik.
2) Pindah Lokasi. Memindahkan
lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang
tarif pajaknya rendah. Contohnya Di Indonesia, diberikan keringanan bagi
investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia Timur.Namun, pindah lokasi
tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak.Mereka harus memikirkan tentang
transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang menunjang
usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan mereka dapatkan
dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi.
Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang
akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif
pajaknya lebih rendah.
3) Penghindaran Pajak Secara Yuridis. Perbuatan
dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak
terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak
jelasan undang-undang.Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran
pajak secara yuridis. Contoh:
a) Penetapan
pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah negeri Belanda
menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena pengenaan pajak ini,
keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal ini, mereka mengubah
status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa khusus anggota yang
keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka terbebas dari
pengenaan pajak untuk tempat dansa umum
b) Di
Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop
menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan.
Dengan asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang
film tersebut dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap
iklan gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik
bioskop menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang
sangat murah khusus untuk wartawan.
c) Di
Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop
menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan.
Dengan asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang
film tersebut dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap
iklan gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik
bioskop menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang
sangat murah khusus untuk wartawan.
Celah
undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:
a) Kesengajaan pembuat undang-undang. Hal ini terjadi
karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan
parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa
saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya.Dua kepentingan yang
paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh
dan pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua p;ihak
tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi masalahnya.
Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda.Lalu
dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua
pihak.Masing-masing pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai
dengan kepentingan masing-masing pihak.Pada akhirnya, undang-undang tersebut
mengambang.Bisa saja wajib pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus
menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.
b) Ketidaksengajaan pembuat undang-undang.
Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang
anti monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang
berbunyi “ Apabila ada yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar
negara bgaian, bisa dijatuhi hukuman berdasarkan undang-undang ini”. Pada suatu
kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan sehingga
perdagangan antar negara bagian terhambat.Pemimpin serikat buruh ini ditangkap
dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap menghambat
perdagangan antar negara bagian.Seharusnya undang-undang ini ditujukan untuk
pemilik modal, bukan untuk kaum buruh.Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum
buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan
kaum buruh.Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di
parlemen.Sehingga, mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan
kalimat “undang-undang ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”.
b. Pengelakan Pajak (Tax Evation)
Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP
dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara
menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara
terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil
(berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek
sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Kecenderungan wajib pajak melakukan
penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi negara yang mempunyai sistem
penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak mudah disuap) antara
lain;
1) perusahaan besar memiliki biro-biro
hukum atau tim lawyer yang tangguh yang mampu mencari celah dalam undang-undang
pajak
2) pembukuan dilakukan oleh banyak
orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga besar
3) jika wajib pajak besar ingin
melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil keuntungannya di mata
publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun sehingga harga
sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi dagangnya.
Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih
besar dibandingkan pengurangan tarif pajak
4) bagi wajib pajak kecil Tidak
punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
c. Melalaikan Pajak
Melalaikan
pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang
harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.
1)
Jika
wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut.
2)
Jika
wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.
3)
Jika
belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama
dengan putusan pengadilan yang berlaku.
4)
Setelah
2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan
yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.
Wajib
pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar
dan cara halus. Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing
herder untuk mengusir juru sita tersebut. Ataupun mengancam dengan golok. Cara
halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak
ke tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta
yang tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak
bukanlah perbuatan pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan
minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk
orang yang berutang, baik utang publik maupun perdata (menurut HIR). Tetapi, ada
edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang berutang tidak disandera
karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak termasuk utang
publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
3.
Kejahatan Dalam Pajak
Secara Umum
Menurut Muhammad Djafar Saidi dan Eka
Merdekawati Djafar (2011 : 37)membagi kejahatan pajak menjadi tiga 3 bagian,
yaitu ;
a.
kejahatan yang dilakukan oleh wajib
pajak, yaitu ;
1) tidak
mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya
2) tidak menyampaikan
surat pemberitahuan
3) pemalsuan
surat pemberitahuan
4) menyalahgunakan
Nomor Pokok Wajib Pajak
5) menggunakan
tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
6) menyalahgunakan
pengukuhan pengusaha kena pajak
7) menggunakan
tanpa hak pengukuhan pengusahan kena pajak
8) menolak
untuk diperiksa
9) pemalsuan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
10) tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lain.
11) tidak
menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pmbukuan atau
pencatatan
12) tidak
menyetor pajak yang telah di potong atau pungut
13) menerbitkan
dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak dan atau bukti setoran pajak
14) menerbitkan
faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
15) tidak
memberikan keterangan atau bukti
16) menghalangi
atau mempersulit penyidikan
17) tidak
memenuhi kewajiban memberikan data atau informasi
18) tidak
terpenuhi kewajiban pajabat dan pihak lain
19) tidak
memberikan data atau informasi perpajakan
20) menyalahgunakan
data atau informasi perpajakan.
b.
kejahatan yang dilakukan oleh pejabat
pajak, yaitu ;
1) tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan wajib pajak
2) tidak
dipenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak
c.
kejahatan yang dilakukan oleh pihak
lain, yaitu ;
1) Menyuruh
melakukan (Doenplegen)
2) Turut
melakukan (Medeplegen)
3) Menganjurkan
melakukan (Uitlokking)
4) Membantu
melakukan (Medeplichtigheid)
4.
Contoh kasus penghindaran
pajak
Mengingat pajak adalah beban –yang akan
mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal
mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk
menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan
cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini
perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus
penggelapan pajak ;
a.
melaporkan penjualan lebih kecil dari yang
seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan
sebesar 5 milyar misalnya
b.
menggelembungkan biaya perusahaan dengan
membebankan biaya fiktif
c.
transaksi export
fiktif
d.
pemalsuan dokumen keuangan perusahaan.
Jika
dianalogikan pajak dengan karcis tol, Jika melewati jalan tol namun
tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita
menghindari untuk membayar karcis tol
dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak.
Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara
yang legal.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat
berbagai celah –loophole- yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar
jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara
keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar
sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan
jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan
tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Selain menghindari transaksi yang
merupakan obyek pajak, langkah-langkah penghematan pajak yang dapat dilakukan
oleh perusahaan antara lain ;
a.
memilih Bentuk
usaha yang memiliki tarif Pajak terendah
b.
memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar
dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
c.
memilih berbagai alternatif transaksi yang
memberikan efek beban pajak terendah.
d.
memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar.
Selain wajib membayar pajak atas penghasilan
yang diperoleh, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang
terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lainnya, baik kepada
karyawan maupun kepada pihak ketiga. Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada
karyawan perusahaan wajib memotong dan menyetor PPh 21 yang terutang.
Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan pada kesempatan lain.
Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga,
atas imbalan jasa/ kegiatan, perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23
yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh
pasal 23 yang harus dipotong dari pembayaran kepada pihak ke-3, (vendor)
tidaklah menjadi pengurang penghasilan (biaya) bagi perusahaan, karena
perusahaan hanya mengurangi jumlah uang yang akan dibayarkan kepada vendor
sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan menyetorkannya ke kas negara.
Sayangnya, dunia –apalagi dunia pajak- tidak
selalu indah. Ada saat dimana perusahaan harus melakukan transaksi dengan
vendor yang lebih superior dan tidak bersedia dipotong pajak atas fee yang akan
diterimanya. Ada saat dimana perusahaan dalam posisi sangat membutuhkan jasa
‘pihak ketiga tersebut’ karena otoritas yang dimilikinya. Dalam kondisi seperti
ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan alternatif mana yang harus
dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi perusahaan. Kadang
perusahaan terpaksa memilih untuk melakukan gross up atas fee yang akan
dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga yang jasanya sangat dibutuhkan
perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adakalanya perusahaan memilih
untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban pihak lain, meskipun beban
pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable item.
Salah satu tujuan sebuah perusahaan didirikan
adalah untuk tujuan ekonomi. salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah
perusahaan secara ekonomi adalah pencapaian laba bersih setelah pajak yang
tinggi. Laba bersih yang tinggi tentu
diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi, kemudian diikuti dengan
pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal,
sehingga akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal. Ketika penjualan
mencapai target, namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi, maka secara
ekonomi hal tsb hanya akan menjadi sebuah pencapaian yang “sia-sia”. Demikian pula ketika laba bersih –secara
komersial- sudah mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian
target penjualan yang maksimal dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan
menjadi sia-sia ketika ternyata laba habis tergerus beban pajak yang tidak
seharusnya. Misalnya karena banyaknya biaya yang merupakan kriteria non
deductable expenses.
mas ada sumber bukunya ga? mau dicopy dan dimasukin ke daftar pustaka nih
BalasHapus