BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak dapat disangkal, kebutuhan akan
sesuatu dari tahun ketahun meningkat, demi tewujudnya kebutuhan tersebut
diperlukan biaya atau modal dalam bentuk moneter
(uang) ataupun berupa barang. Hal ini merupakan peluang besar bagi pelaku usaha
dibidang Leasing (pembiayaan) secara
kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan proses yang mudah serta
mengiurkan, banyak masyarakat yang ”bermain” dalam hal ini. Tak dipungkiri
hampir seluruh lapisan masyarakat pernah berurusan dalam Leasing khususnya dalam pengadaan kendaraan bermotor atau
barang-barang lain.
Masalah timbul akibat dari tidak
terpenenuhinya point-point kesepakatan dalam perjajian tersebut. Tidak terlunasinya
kredit merupakan masalah yang paling sering dijumpai yang berujung dengan
penarikan oleh pihak Leasing oleh Debt Collector baik secara halus atau
kasar yang dalam artianya tindak ditempat alias “dijemput paksa”. Hal ini
menjadi problema karena cara tersebut berbenturan dengan peraturan
perundang-undangan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
dipaparkan adalah :
- Apa pengertian dari leasing ?
- Apa Ciri-ciri serta jenis leasing ?
- Apa elemen-elemen dari leasing
- Landasan Hukum apakah leasing itu ?
- Bagaimana tata cara dalam leasing?
- Bagaimana dengan masalah leasing serta hal-hal yang terkait dengan permasalahan leasing itu sendiri
C.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan karya
ilmiah ini adalah untuk mengetahui :
- Penjelasan mengenai pengertian leasing.
- Penjelasan mengenai ciri-ciri serta jenis dari leasing.
- Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing.
- Penjelasan mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing
- Bagaimana tata cara leasing.
- Pembahasan mengenai masalah yang timbul dari leasing.
D.
Kegunaan Makalah
Manfaat yang diharapkan dari karya
ilmiah ini adalah sebagai berikut:
- Bagi penulis, karya ilmiah ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
- Bagi masyarakat, diharapkan akan melengkapi keilmuan bagi kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
E.
Prosedur Makalah
Makalah ini disusun
dengan menggunkan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang
dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam makalah ini
dikumpulkan dengan menggunakan kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analitis isi melalui
kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
1. Pengertian Leasing
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya memang
sewa- menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa. Kemudian dalam
dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang
disebut saja sebagai lease, dan telah
berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing
sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK
No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri
Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74
tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan:
“Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh
suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati
bersama.”
Pihak utama dalam leasing, ada beberapa pihak yang terlibat dala
perjanjian lease, yaitu sebagai berikut ;
a. Pihak perusahaan sewa guna usaha (Lessor) adalah perusahan atau pihak
yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal.
b. Perusahaan penyewa (Lesse) adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh
pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
c. Supplier adalah perusahaan atau
pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan
pembayaran secara tunai oleh lessor.
2. Ciri-Ciri dan Jenis Leasing
Ciri – ciri
adalah sebagai berikut ;
a. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa
kegunaan benda lease tersebut.
b. Hak milik benda lease ada pada leasor
c. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda –
benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.
Jenis dari leasing meliputi ;
a.
Finance Leasing (sewa guna usaha
pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha
ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan
barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang
dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal
yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk
membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan
kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan
membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental
untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini
secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah
fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance
lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu ;
1)
Direct finance lease
Transaksi ini terjadi
jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease.
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas
permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
2)
Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse
menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini
kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan
memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda
dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa
dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa
dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor
memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana
yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
b.
Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha
ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya
disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah
seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut
dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha
mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna
usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa
guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya
pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang
modal yang bersangkutan.
c.
Sales – Typed Lease (sewa guna usaha
penjualan)
Suatu transaksi sewa guna
usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna
usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh
produsen atau pabrikan.
d.
Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna
usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor
jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e.
Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini
merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu
negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua
negara berbeda.
3. Elemen-Elemen Leasing
Elemen-elemen dari suatu
leasing adalah sebagai berikut ;
a.
Suatu pembiayaan
perusahan
Awal mulanya leasing
memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
b.
Penyediaan barang modal
Unsur selanjutnya dari
leasing adalah adanya penyediaan barang modal, biasanya oleh pihak supplier
atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oeh lessee
umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat
misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti
computer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan sebagainya.
c.
Keterbatasan jangka waktu
Salah satu unsur penting
dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga ,
apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah di
katakana leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing
ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah
jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status
kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada lessee
diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut
pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap
menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d.
Pembayaran kembali secara
berkala
Karena lessor telah
membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah
kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang
modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran
ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri
sebagai angunanya.
e.
Hak opsi untuk membeli
barang modal
Hak opsi yang dimiliki
oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu
pula, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa
leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli
barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui pula
bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis
leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee,
melainkan harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak
lessornya di akhir masa leasing. Tetapi ada juga leasing yang justru memberi
hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing tanpa perlu memberikan
hak opsinya.
f.
Nilai Sisa (Residu)
Nilai sisa merupakan
besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee
diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai
sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.
4. Landasan Hukum Leasing
a.
Surat Keputusan Bersama
No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b.
Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha
leasing.
c.
Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan
pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d.
Surat edaran
Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang ;
1) Tata cara perizinan
2) Pembatasan usaha
3) Pembukuan
4) Tingkat suku bunga
5) Perpajakan
6) Pengawasan dan pembinaan
e.
Surat Dit.Jen.Pajak No.
D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
5. Tata Cara Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang
harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan
penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada
lessor disertai dokumen lengkap.
c. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan
fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak
pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk
peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor,
seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan
asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan
ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk
mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan
menandatangani perjanjian purna jual.
f. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti
pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada supplier.
h. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran
yang telah dditentukan dalam kontrak lease.
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1) Nama dan alamat lease
2) Jenis barang modal yang diinginkan
3) Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4) Syarat – syarat pembayaran
5) Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6) Biaya – biaya yang dikenakan
7) Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji
Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada
pemohon (Lessee) akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap
lesse tidaklah sama.
B. Pembahasan
1. Permasalahan yang Timbul dari Leasing
a.
Penagihan atau penyitaan oleh debt collector
Penyitaan Paksa
Barang Oleh Debt Collector Melanggar Hukum
Tindakan
debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor yang menunggak
kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah karena belum dapat melunasi hutang
pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita secara paksa
itu ibaratnya menutup lubang masalah dengan masalah – menyelesaikan pelanggaran
hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat.
Seorang
debitur yang belum mampu membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan kredit sepeda
motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu melanggar
perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak untuk
menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor)
dengan alasan wanprestasi. Atas alasan tersebut biasanya kreditur mengutus debt
collector-nya untuk menyita barang, jika
tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara
debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan bank) umumnya
diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah
debitur yang melakukan perjanjian jual-beli dengan dealernya sebagai kreditur.
Jika
debitur wanprestasi tidak melaksanakan
kewajibannya melunasi kredit maka berdasarkan
alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya perjanjian
maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada
debitur.
Namun
pembatalan itu tidak serta merta dapat dilakukan oleh kreditur. Pembatalan
perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan
pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak
dapat menyita barang yang telah diterima oleh debitur melalui debt
collector-nya. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penyitaan, maka
tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum.
Karena
tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah pelanggaran
hukum maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)
– mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan
hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya
kepada polisi.
Selain
pencurian kreditur dan debt collector-nya juga dapat diancam tindak pidana
perbuatan tidak menyenangkan kalau sudah emosional dan sudah dapat membayangkan
tindak pidana yang yang lebih kejam lagi jika sang debt collector telah
berlagak menjadi jagoan yang gampang main pukul.
b.
Peraturan
Perpajakan Mengenai Leasing (SGU) yang Saling Bersebrangan
Di Indonesia, perpajakan
atas leasing diatur dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991 bertentangan dengan UU PPh
pasal 11 yang berlaku saat ini (UU PPh No 36 tahun 2008): ”masa sewa-guna-usaha
ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3
(tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk
Golongan bangunan; Hal ini melandasi SE-10/PJ.42/1994 membuat
pengelompokan harta untuk depresiasi tidak sesaui UU PPh pasal 11 dimana ;
· Golongan I mempunyai manfaat 4 tahun
· Golongan II mempunyai masa manfaat > 4 sd 8 tahun
· Golongan III mempunyai manfaat > 8 tahun
Keputusan Menteri Keuangan yang menjadi dasar dari Surat Edaran
tersebut adalah ”Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991, jadi dasar hukumnya
adalah UU PPh sebelum diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1994 dimana pasal 11
menyatkan pengelompokkan aset sebagai berikut:
· Bukan bangunan
o
Kelompok
1 mempunyai manfaat 4 tahun
o
Kelompok 2
mempunyai manfaat 8 tahun
o
Kelompok
3 mempunyai manfaat 16 tahun
o
Kelompok 4 mempunyai
manfaat 20 tahun
·
Bangunan
o
Permanen mempunyai
manfaat 20 tahun
o
Tidak Permanen mempunyai
manfaat 10 tahun
c.
Akibat lesse menggunakan
hak opsinya
Opsi adalah
hak Lessee untuk membeli barang
modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Penggunaan
hak opsi pada akhir jangka waktu dalam perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) disebut juga sebagai Finance Leasing.
Sebelumnya,
harus dipastikan bahwa Kegiatan Leasing tersebut masuk ke dalam kriteria yang
digolongkan sebagai Finance Leasing apabila memenuhi semua kriteria
sebagai berikut ;
1) jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan
barang modal dan keuntungan lessor;
2) masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk
barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III,
dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
3) perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Pelaksanaan atas hak opsi ;
1) Dalam hal Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal,
maka pembelian dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal
yang disewa-guna-usaha. Dasar penyusutan untuk opsi membeli adalah nilai sisa
barang modal;
2) Dalam hal Lessee menggunakan hakuntuk memperpanjang jangka waktu
perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang
disewa-guna-usahakan, akan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang
sewa-guna-usaha.
Akibat hukum penggunaan hak
opsi dalam akhir jangka waktu masa leasing ;
1) Beralihnya kepemilikan dari barang
modal yang disewa-guna-usaha-kan dari Lessor ke Lessee
2) Perlakuan perpajakan, yaitu:
a) selama masa sewa-guna-usaha, Lessee tidak boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat Lessee
menggunakan hak opsi untuk membeli;
b) setelah Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut, Lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah
nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
c) pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali
pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut selama
memenuhi kriteria sebagai Finance Leasing;
d) dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan
dalam kriteria Finance Leasing, Direktur Jenderal Pajak melakukan
koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha;
e) Lessee tidak
memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang
dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
d.
Perbedaan
Leasing (SGU) dengan Penjualan Kredit dan Angsuran
Perbedaan Leasing dengan penjualan kredit dan angsuran biasa adalah dalam
penjualan kredit dan angsuran hanya terdapat 2 pihak yaitu penjual (supplier)
dan pembeli (yang mengangsur/mencicil pembayaran kepada supplier). Maka
konsuekensi pajaknya hanyalah antara 2 pihak tersebut. Atas barang modal yang
dijual terutang objek PPN, Sedangkan laba penjualan (harga jual – harga pokok
pembelian) masuk ke PPh badan supplier.
Sedangkan pada leasing (SGU) terdapat 3 pihak ;
1)
lessor (biasanya bank
atau lembaga keuangan lain yang memberi dana pada lessee untuk memperoleh
aset/barang modal yang di-leasing-kan)
2)
lessee (yang menggunakan aset/barang modal
yang di-leasing-kan)
3)
supplier (yang menjual/menyediakan aset/barang
modal)
Sehingga di sini terdapat 2 objek pajak yaitu ;
1)
Jasa pembiayaan, biasanya
berupa imbalan bunga, dari lessor ke lessee (objek pajak yang dibebaskan PPN
dan PPh 23)
2)
Barang modal yang dijual
dari supplier ke lessse (objek pajak PPN sedangkan laba penjualan masuk ke PPh
badan supplier)
Terdapat dampak perpajakan yang lain yaitu siapakah yang berhak
mendepresiasi aset karena pada umumnya kepemilikan aset (dokumen legalnya)
masih dimilki oleh lessor. Karena perbedaan konsuekensi pajak inilah, maka
merangsang penyelundupan pajak (tax evasion). Misalnya leasing
disamarkan menjadi penjualan kredit agar lessor terhindar dari konsuekensi
pemajakan. Atau penjualan kredit agar penjual bisa membukukan pendapatan hanya sebesar
imbalan bunga saja.
jelaskan apa akibat hukumnya apabila barang modal tidak dapat di lunasi oleh lisng dan jelaskan pihak ansuransi dalam hal pinjam tsb
BalasHapusLoan Opportunity Offered By Mr, Benjamin That Save My Family From Financial Bondage {lfdsloans@lemeridianfds.com}
BalasHapusHello Everyone, I am Putri Adiratnaa single mom from Jakarta, I would like to share this great testimony on how I got a loan from Mr, Benjamin, when we were driven out of our home when I couldn't pay my bills anymore, After being scammed by various companies online and denied a loan from my bank and some other credit union I visited. My children were taken by the foster care, I was all alone in the street. The day i shamefully walked into an old school mate who introduced me to Daisy Maureen. At first I told her that I am not ready to take any risk of requesting a loan online anymore, but she assured me that I will receive my loan from them. On a second thought, due to my homelessness I had to take a trial and applied for the loan, luckily for me I received a loan of $80,000.00 from Mr, Benjamin. I'm happy I took the risk and applied for the loan. My kids have been given back to me and now I own a home and a business of my own. All thanks and gratitude goes to Le_Meridian Funding Service and for the help of Mr, Benjamin for giving me a meaning to life when i had lost all hope. If you currently seeking for a loan assistance, you can contact them via: {lfdsloans@lemeridianfds.com} Or WhatsApp +1-989-394-3740