BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban
kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai
pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan
Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan
fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak
berusaha sebaik mungkin mengembangkan dan memperbaharui sistem perpajakan
sehingga mensorong kepada pembangunan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dipaparkan adalah :
- Apa pengertian dari pajak ?
- Apa fungsi dari pajak ?
- Apa saja jenis-jenis serta pengelempokan dari pajak?
- Apa itu reformasi pajak ?
- Bagaimana sejarah reformasi perpajakan di Indonesia dan hasilnya?
C.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan
karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui :
- Penjelasan mengenai pengertian perpajakan.
- Penjelasan mengenai fungsi pajak.
- Penjelasan mengenai jenis-jenis pajak.
- Penjelasan mengenai apa itu reformasi pajak.
- Bagaimana proses reformasi dan hasilnya bagi Indonesia.
D.
Kegunaan Makalah
Manfaat yang diharapkan dari
karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
- Bagi penulis, karya ilmiah ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
- Bagi masyarakat, diharapkan akan melengkapi keilmuan bagi kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
E.
Prosedur Makalah
Makalah ini disusun
dengan menggunkan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang
dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam makalah ini
dikumpulkan dengan menggunakan kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analitis isi melalui
kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teoritis
1.
Pengertian Pajak
Berikut ini definisi pajak yank dikemukana oleh para ahli
:
a.
Menurut Prof. Dr. P. J. A.
Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
b.
Menurut Prof. Dr. H.
Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai
berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
c.
Sedangkan menurut
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah
suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran
hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih
dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
d.
Sementara pemahaman pajak
dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara
untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa
pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak
sebagai pembayar pajak.
Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
a.
Pembayaran pajak harus
berdasarkan undang-undang;
b.
Sifatnya dapat dipaksakan;
c.
Tidak ada kontraprestasi
yang dapat langsung dirasakan oleh pembayar pajak;
d.
Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik
pemerintah pusat maupun daerah;
e.
Pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Namun pajak
menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan
tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Fungsi Peranan Pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.
Fungsi anggaran (budgetair)
: Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh
dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin
seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b.
Fungsi mengatur
(regulerend) : Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c.
Fungsi stabilitas : Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal
ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d.
Fungsi redistribusi
pendapatan :Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
3.
Jenis-Jenis Pajak
Secara umum, pajak
yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak
Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat
yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
a. Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1) Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan
kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya.
2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang
Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas
barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b) barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c) pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d) barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e) apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
b) barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c) pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d) barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e) apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4) Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang
dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal
diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas
kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat
namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah
Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat
namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah
baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
b. Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1) Pajak Propinsi
a) Pajak Kendaraan Bermotor
dan Kendaraan di Atas Air;
b) Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c) Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bemotor;
d) Pajak Pengambilan
dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2) Pajak Kabupaten/Kota
a) Pajak Hotel;
c) Pajak Hiburan;
d) Pajak Reklame;
e) Pajak Penerangan
Jalan;
f) Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C;
g) Pajak Parkir.
4.
Pengelompokan Jenis Pajak
Dalam Hukum Pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang
dibagi dalam berbagai pengelompokan atau pembagian, sebagai berikut :
a.
Pengelompokan Menurut Golongan
1) Pajak Langsung yaitu pajak yang
dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh yang membayarnya. Jadi pajak jenis ini
tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada pihak lain. Misalnya
Pajak Penghasilan ( PPh ), PPh tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada orang
/ pihak lain untuk menanggungnya.
2) Pajak Tidak
Langsung yaitu pajak yang dimaksudkan dapat dilimpahkan Atau dibebankan oleh yang membayar kepada
pihak lain. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, pajak jenis ini bisa dilimpahkan atau digeserkan
oleh penjual kepada pembeli.
b.
Pengelompokan Menurut Sifat
1) Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan
) yaitu pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan
keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau tidak kawin,
mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Misalnya
Pajak Penghasilan, keadaan / kondisi wajib pajak akan mempengaruhi dalam hal
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) nya.
2) Pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan )
yaitu pajak yang dalam pengenaannya hanya
memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan atau
kondisi diri wajib pajak. Misalnya Bea Meterai, yang
dipungut apabila obyek pajak telah ada dan memenuhi syarat sebagai suatu
dokumen yang dikenakan pajak tanpa melihat kondisi dari wajib pajak. Begitupun dalam Pajak Pertambahan Nilai yang
pengenaannya juga tidak dilihat dari kondisi pribadi wajib pajak tetapi
tergantung pada obyek tersebut apakah sudah memenuhi syarat untuk dikenakan
PPN.
c.
Pengelompokan Menurut Lembaga Pemungutan
1) Pajak Pusat ( Pajak Negara ) yaitu pajak yang
wewenang pemungutannya ada ditangan pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara. Misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
2) Pajak Daerah yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan
digunakan untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.
B.
Pembahasan
1.
Reformasi Pajak
Reformasi pajak menjadi tema yang
makin menarik saat ini. Makna reformasipun terus meluas dan berkembang.
Williamson (dalam mas’oed, 1994) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi
perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi pajak, penegasan regulasi
untuk mengurangi terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak, serta mengatur
pengenaan pada aset yang berada di luar negeri. Abimanyu (2003) memberi sebutan
reformasi sebagai perpajakan sebagai perubahan mendasar di segala aspek elemen
perpajakan yang memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu meningkatkan kepatuhan
wajib pajak secara sukarela, meningkatkan kepercayaan terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi, dan meningkatkan produktivitas aparat perpajakan yang
tinggi.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Data yang akurat mengenai berapa jumlah tax gap Indonesia belum tersedia. Namun dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Gunadi mengutip hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Indonesia mengalami tax gap yang cukup signifikan. Dari sisi lain, tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 – 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi, 2004).
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Data yang akurat mengenai berapa jumlah tax gap Indonesia belum tersedia. Namun dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Gunadi mengutip hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Indonesia mengalami tax gap yang cukup signifikan. Dari sisi lain, tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 – 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi, 2004).
2.
Sejarah Reformasi Perpajakan di Indonesia
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek
perpajakan. Reformasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih
efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya
saing tinggi dengan negara lain. Tentu saja dengan memperhatikan
prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality),
kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness), sehingga tidak hanya berdampak
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro.
Adapun langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi :
a.
Langkah-langkah
pembaruan kebijakan (tax policy reform); melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU
PPN dan PPnBM, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan
dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih
dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan,
yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan
perpajakan.
b.
Langkah-langkah
pembaruan administrasi perpajakan (tax administrative reform); meliputi :
1)
penyempurnaan
peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
2)
pembentukan
dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large
Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan
fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan
pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate
Governance;
3)
pembangunan
KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat
Jenderal Pajak;
4)
pengembangan
basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;
5)
perbaikan
manajemen pemeriksaan pajak; serta
6)
peningkatan
efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi
Ombudsman Nasional.
c.
Reformasi perpajakan pertama, tahun 1983, dengan
diundangkannya:
1)
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
2)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(UU PPh 1984);
3)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984);
4)
Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi (UU PBB)
dan Bangunan; dan
5)
Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU BM).
d.
Reformasi undang-undang perpajakan tersebut benar-benar
mengganti perpajakan warisan Belanda seperti Pajak Perseroan 1944. Adapun
perubahan yang telah dilakukan adalah :
1)
UU KUP telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 (perubahan
pertama), UU No. 16 Tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 28 Tahun 2007
(perubahan ketiga).
2)
UU PPh 1984 telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991
(perubahan pertama), UU No. 10 Tahun 1994 (perubahan kedua), UU No. 17 Tahun
2000 (perubahan ketiga) dan UU No. 36 Tahun 2008 (perubahan keempat).
3)
UU PPN dan PPn BM 1984 telah diubah dengan UU No. 11 tahun
1994 (perubahan pertama), UU No. 18 tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 42
TAhun 2009 (perubahan ketiga).
4)
UU PBB telah diubah dengan UU No. 12 tahun 1994 (perubahan
pertama), UU No. 20 tahun 2000 (perubahan kedua) dan Undang-undang Nomor 28
tahun 2009 (perubahan ketiga).
3.
Perkembangan Sistem Perpajakan di Indonesia
Laju inflasi yang relatif tinggi selama 1971-1978 berakibat merosotnya
daya saing ekonomi Indonesia baik dalam maupun luar negeri. Kesulitan lainnya
adalah berasal dari Perusahaan Tambang Nasional (Pertamina), menurut laporan The
Asian Wall Street Journal Pertamina tidak mampu membayar utang
kepada beberapa kontraktor dan leveransirnya yang diperkirakan mencapai ratusan
juta Dolar. Dan,kesulitan ketiga adalah masalah pangan di mana produksi padi
tidak memenuhi sasaran sebagai akibat musim kering yang berkepanjangan dan
serangan hama.
Akibatnya, harapan terhadap hasil ekspor minyak dan gas tidak seperti
sebelumnya, sehingga Indonesia tidak lagi memegang migas sebagai variable
permanen untuk jangka waktu lama. Patokan harga minyak yang menurun memengaruhi
pajak perseroan migas Indonesia, sehingga pemerintah perlu melakukan rancangan
ulang untuk menutup kekurangan target penerimaan APBN 1983/1984 yang sebagian
dicari dari utang luar negeri.
Pinjaman luar negeri telah mengandung banyak aspek politik dan modal
asing juga memiliki aspek yang berada di luar kekuasaan Indonesia. Sehingga,
jika state dan teknokrasi tak didukung oleh kemampuan menciptakan
mobilisasi dana dalam negeri yang lebih terkontrol, maka tidak akan mampu
membawa keberhasilan pembangunan Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak
untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara dengan tidak mengandalkan pada
penerimaan dari sektor migas kemudian dilakukan. Reformasi perpajakan sebagai
perubahan peraturan lama sampai keakar-akarnya, dasar falsafah dan sistem
pemungutan diterapkan di indonesia. Karena, bagaimanapun juga dengan
mengandalkan sistem perpajakan yang sebelumnya akan menghalangi usaha
peningkatan efisiensi industri dalam negeri, dimana sistem perpajakan. Dan,
secara jelas IGGI (International Government Group of Indonesia) menyebutkan
bahwa sistem perpajakan di Indonesia berada di bawah standar sistem perpajakan
Internasional.
Terdapat begitu banyak pengertian mengenai reformasi perpajakan
diberbagai negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena
adanya perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut oleh
Negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan
terdapat perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tapi ada
bermacammacam struktur pajak di negara berkembang. Menurut Ghaizi Nasucha,
reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja
administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih
efisien, ekonomis, dan cepat.
Malcolm Gillis mengemukakan atribut yang menjadi dasar suatu reformasi
perpajakan :
a.
Breadth of reform
Reformasi perpajakan memfokuskan pada struktur
pajak atau sistem pajak, dan administrasi pajak.
b.
Scope of reform
Reformasi perpajakan dilakukan secara comprehensive
(semua sumber penerimaan yang penting), atau dilakukan secara parsial
(hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan.
c.
Revenue goals
Reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan
dalam persentase terhadap PDB, yaitu rasio pajak (revenue enhancing) ;
untuk mengganti penerimaan (revenue neutral reform) ; atau bahkan untuk
mengurangi penerimaan (revenue decreasing reform).
d.
Equity goals
Reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan (redistributive).
Orang berpenghasilan tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun
jika reformasi perpajakan tidak dimaksudkan untuk mengubah distribusi
pendapatan yang sudah ada, maka disebut distributionally neutral reform.
e.
Resource allocations goals
Reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi
pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien (euconomically
neutral), jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber daya
sector ekonomi atau aktivitas tertentu, maka disebut interventionist reforms.
f.
Timing of reform
Dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan
perpajakan secara bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan
implementasi bertahap disebut phased reforms, atau perubahan kebijakan
perpajakan yang tidak berkaitan dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive
reforms.
Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi
perpajakan yang ada di suatu negara mengimplementasikan struktur perpajakan
yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal.
Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, baik itu peningkatan
kuantitas dan kualitas pegawai pajak maupun peningkatan kesadaran Wajib Pajak
untuk patuh dalam kewajiban perpajakannya.
Selain itu, pengembangan teknologi informasi pada instansi perpajakan
untuk mengimbangi keberadaan teknologi informasi yang telah dimiliki terlebih
dahulu oleh Wajib Pajak untuk menjawab tantangan globalisasi. Kemudian, masalah
perbaikan struktur organisasi instansi pajak, proses, dan prosedur administrasi
perpajakan, serta sumber daya financial bagi pengembangan sarana dan prasarana
yang menunjang perbaikan secara menyeluruh sistem perpajakan dan insentif yang
cukup bagi pegawai pajak.
Reformasi perpajakan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan suatu
cara untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian global melalui pajak.
Reformasi dalam perpajakan akan berimplikasi terhadap luasnya dasar pengenaan
pajak (tax base), dalam hal ini menambah jenis penghasilan
sebagai objek pajak dan mempengaruhi pengenaan tarif pajak (tax rate),
dan usaha memperbaiki administrasi perpajakan menjadi lebih sempurna.
Suatu negara mengharapkan memiliki suatu sistem perpajakan yang sempurna,
agar apa yang menjadi tujuan dari suatu pemerintahan negara dapat tercapai.
Setiap usaha penyempurnaan memerlukan suatu perubahan, baik secara parsial
maupun secara keseluruhan atau mendasar.
Alasan negara melakukan reformasi dalam perpajakan antara lain adalah :
a.
Untuk
menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian
internasional maupun nasional.
b.
Upaya
mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor
primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan, karena
secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan, tidak seperti
migas.
c.
Usaha
mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri)
yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi
seharusnya.
d.
Meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak.
Adapun Tujuan Reformasi Perpajakan, menurut Sony Devano, yaitu:
a.
Meningkatkan kualitas pelayanan
kepada wajib pajak (taxpayer’s quality services) sebagai sumber aliran
dana untuk mengisi kas negara.
b. Menekan terjadinya penyeludupan pajak (tax evasian) oleh wajib
pajak.
c.
Meningkatkan kepatuhan bagi wajib
pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya.
d.
Menerapkan konsep good governance,
adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam
meningkatkan kinerja instansi pajak sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan
pengeluaran dana pajak.
e.
Meningkatkan penegakan hukum pajak,
pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus
maupun kepada wajib pajak.
Reformasi perpajakan yang dilakukan di Indonesia dimulai sejak tahun
1984. Diawali dengan reformasi perpajakan (first tax reform) dilakukan
pada tahun 1984, perubahan mendasar pada ketentuan peraturan perundang-undang
perpajakan dilakukan di Indonesia. Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini
diusahakan tersusun system perpajakan yang sederhana, adanya kepastian hukum,
dan bertujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian. Kesederhanaan
diperlukan agar mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh wajib pajak ataupun
fiskus. Dan, penyerahanaan di sini bukan berarti harus mengorbankan pemerataan,
karena sistem yang baru tetap mempunyai progresivitas.
Pembaruan sistem perpajakan melakukan pembenahan aparatur perpajakan
dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami,
menguasai, dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru. Bagi instansi pajak
juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat
mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan
pajak. Selain itu juga membenahi baik menyangkut prosedur, tata kerja,
disiplin, maupun mental.
makasihhh yya mempermudah presentasiku
BalasHapusreferensi makalah ada baiknya dicantumkan agar makalah lebih berkualitas
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih banyak, sangat membantu. Indra-Bandung
BalasHapusAlhamdulillah terimakasih banyak, sangat membantu. Indra-Bandung
BalasHapusmakasih kakak ,.. bermanfaat bangeeeeeeeeet
BalasHapuspenutupnya mana?
BalasHapus