Sabtu, 07 Desember 2013

Makalah Pajak


BAB 1
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin mengembangkan dan memperbaharui sistem perpajakan sehingga mensorong kepada pembangunan.  

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dipaparkan adalah :
  1. Apa pengertian dari pajak ?
  2. Apa fungsi dari pajak ?
  3. Apa saja jenis-jenis serta pengelempokan dari pajak?
  4. Apa itu reformasi pajak ?
  5. Bagaimana sejarah reformasi perpajakan di Indonesia dan hasilnya?

C.   Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui :
  1. Penjelasan mengenai pengertian perpajakan.
  2. Penjelasan mengenai fungsi pajak.
  3. Penjelasan mengenai jenis-jenis pajak.
  4. Penjelasan mengenai apa itu reformasi pajak.
  5. Bagaimana proses reformasi dan hasilnya bagi Indonesia.

D.   Kegunaan Makalah
Manfaat yang diharapkan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagi penulis, karya ilmiah ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
  2. Bagi masyarakat, diharapkan akan melengkapi keilmuan bagi kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.

E.   Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunkan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analitis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks makalah.

BAB 2
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teoritis
1.      Pengertian Pajak
Berikut ini definisi pajak yank dikemukana oleh para ahli :
a.       Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
b.      Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
c.       Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
d.      Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
a.       Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
b.      Sifatnya dapat dipaksakan;
c.       Tidak ada kontraprestasi yang dapat langsung dirasakan oleh pembayar pajak;
d.       Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
e.       Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Namun pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.      Fungsi Peranan Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.       Fungsi anggaran (budgetair) : Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b.      Fungsi mengatur (regulerend) : Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c.       Fungsi stabilitas : Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d.      Fungsi redistribusi pendapatan :Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

3.      Jenis-Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
a.       Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1)      Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2)      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3)      Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b) barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c) pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d) barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e) apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4)      Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5)      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

6)      Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

b.      Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1)      Pajak Propinsi
a)    Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b)   Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c)    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d)   Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2)      Pajak Kabupaten/Kota
a)    Pajak Hotel;
b)   Pajak Restoran;
c)    Pajak Hiburan;
d)   Pajak Reklame;
e)    Pajak Penerangan Jalan;
f)    Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g)   Pajak Parkir.

4.      Pengelompokan Jenis Pajak
Dalam Hukum Pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang dibagi dalam berbagai pengelompokan atau pembagian, sebagai berikut :
a.       Pengelompokan Menurut Golongan
1) Pajak Langsung yaitu pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh yang membayarnya. Jadi pajak jenis ini tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada pihak lain. Misalnya Pajak Penghasilan ( PPh ), PPh tidak bisa dilimpahkan atau digeser kepada orang / pihak lain untuk menanggungnya.
2)     Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang dimaksudkan dapat dilimpahkan  Atau dibebankan oleh yang membayar kepada pihak lain. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak jenis ini bisa dilimpahkan atau digeserkan oleh penjual kepada pembeli.

b.      Pengelompokan Menurut Sifat
1)     Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Misalnya Pajak Penghasilan, keadaan / kondisi wajib pajak akan mempengaruhi dalam hal Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) nya.
2)     Pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Misalnya Bea Meterai, yang dipungut apabila obyek pajak telah ada dan memenuhi syarat sebagai suatu dokumen yang dikenakan pajak tanpa melihat kondisi dari wajib pajak.  Begitupun dalam Pajak Pertambahan Nilai yang pengenaannya juga tidak dilihat dari kondisi pribadi wajib pajak tetapi tergantung pada obyek tersebut apakah sudah memenuhi syarat untuk dikenakan PPN.

c.       Pengelompokan Menurut Lembaga Pemungutan
1)     Pajak Pusat ( Pajak Negara ) yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada ditangan pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
2)     Pajak Daerah yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan digunakan untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.

B.   Pembahasan
1.      Reformasi Pajak
Reformasi pajak menjadi tema yang makin menarik saat ini. Makna reformasipun terus meluas dan berkembang. Williamson (dalam mas’oed, 1994) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi pajak, penegasan regulasi untuk mengurangi terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak, serta mengatur pengenaan pada aset yang berada di luar negeri. Abimanyu (2003) memberi sebutan reformasi sebagai perpajakan sebagai perubahan mendasar di segala aspek elemen perpajakan yang memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela, meningkatkan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan meningkatkan produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assesment. Penerapan self assesment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004). Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Data yang akurat mengenai berapa jumlah tax gap Indonesia belum tersedia. Namun dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Gunadi mengutip hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Indonesia mengalami tax gap yang cukup signifikan. Dari sisi lain, tax ratio Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN yaitu hanya rata-rata sebesar 12,2 – 13,5 % untuk tahun 2001 – 2006 (Berita Pajak, 1 September 2005). Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN sebesar: Malaysia (20,17%), Singapura (21,4%), Brunai (18,8%), dan Thailand (17,28%). Angka tax gap yang signifikan dan tax ratio yang masih rendah ini menunjukkan usaha memungut pajak (tax effort) Indonesia rendah (Gunadi, 2004).

2.      Sejarah Reformasi Perpajakan di Indonesia
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Tentu saja dengan memperhatikan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness), sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
Adapun langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi :
a.        Langkah-langkah pembaruan kebijakan (tax policy reform); melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPnBM, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.

b.        Langkah-langkah pembaruan administrasi perpajakan (tax administrative reform); meliputi :
1)      penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
2)      pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance;
3)      pembangunan KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak;
4)      pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online;
5)      perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta
6)      peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional.

c.        Reformasi perpajakan pertama, tahun 1983, dengan diundangkannya:
1)   Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
2)   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh 1984);
3)   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984);
4)   Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi (UU PBB) dan Bangunan; dan
5)   Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU BM).

d.       Reformasi undang-undang perpajakan tersebut benar-benar mengganti perpajakan warisan Belanda seperti Pajak Perseroan 1944. Adapun perubahan yang telah dilakukan adalah :
1)      UU KUP telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 16 Tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 28 Tahun 2007 (perubahan ketiga).
2)      UU PPh 1984 telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991 (perubahan pertama), UU No. 10 Tahun 1994 (perubahan kedua), UU No. 17 Tahun 2000 (perubahan ketiga) dan UU No. 36 Tahun 2008 (perubahan keempat).
3)   UU PPN dan PPn BM 1984 telah diubah dengan UU No. 11 tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 18 tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 42 TAhun 2009 (perubahan ketiga).
4)      UU PBB telah diubah dengan UU No. 12 tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 20 tahun 2000 (perubahan kedua) dan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 (perubahan ketiga).

3.      Perkembangan Sistem Perpajakan di Indonesia
Laju inflasi yang relatif tinggi selama 1971-1978 berakibat merosotnya daya saing ekonomi Indonesia baik dalam maupun luar negeri. Kesulitan lainnya adalah berasal dari Perusahaan Tambang Nasional (Pertamina), menurut laporan The Asian Wall Street Journal Pertamina tidak mampu membayar utang kepada beberapa kontraktor dan leveransirnya yang diperkirakan mencapai ratusan juta Dolar. Dan,kesulitan ketiga adalah masalah pangan di mana produksi padi tidak memenuhi sasaran sebagai akibat musim kering yang berkepanjangan dan serangan hama.
Akibatnya, harapan terhadap hasil ekspor minyak dan gas tidak seperti sebelumnya, sehingga Indonesia tidak lagi memegang migas sebagai variable permanen untuk jangka waktu lama. Patokan harga minyak yang menurun memengaruhi pajak perseroan migas Indonesia, sehingga pemerintah perlu melakukan rancangan ulang untuk menutup kekurangan target penerimaan APBN 1983/1984 yang sebagian dicari dari utang luar negeri.
Pinjaman luar negeri telah mengandung banyak aspek politik dan modal asing juga memiliki aspek yang berada di luar kekuasaan Indonesia. Sehingga, jika state dan teknokrasi tak didukung oleh kemampuan menciptakan mobilisasi dana dalam negeri yang lebih terkontrol, maka tidak akan mampu membawa keberhasilan pembangunan Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara dengan tidak mengandalkan pada penerimaan dari sektor migas kemudian dilakukan. Reformasi perpajakan sebagai perubahan peraturan lama sampai keakar-akarnya, dasar falsafah dan sistem pemungutan diterapkan di indonesia. Karena, bagaimanapun juga dengan mengandalkan sistem perpajakan yang sebelumnya akan menghalangi usaha peningkatan efisiensi industri dalam negeri, dimana sistem perpajakan. Dan, secara jelas IGGI (International Government Group of Indonesia) menyebutkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia berada di bawah standar sistem perpajakan Internasional.
Terdapat begitu banyak pengertian mengenai reformasi perpajakan diberbagai negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut oleh Negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tapi ada bermacammacam struktur pajak di negara berkembang. Menurut Ghaizi Nasucha, reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat.
Malcolm Gillis mengemukakan atribut yang menjadi dasar suatu reformasi perpajakan :
a.          Breadth of reform
Reformasi perpajakan memfokuskan pada struktur pajak atau sistem pajak, dan administrasi pajak.
b.          Scope of reform
Reformasi perpajakan dilakukan secara comprehensive (semua sumber penerimaan yang penting), atau dilakukan secara parsial (hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan.
c.          Revenue goals
Reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan dalam persentase terhadap PDB, yaitu rasio pajak (revenue enhancing) ; untuk mengganti penerimaan (revenue neutral reform) ; atau bahkan untuk mengurangi penerimaan (revenue decreasing reform).
d.          Equity goals
Reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan (redistributive). Orang berpenghasilan tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun jika reformasi perpajakan tidak dimaksudkan untuk mengubah distribusi pendapatan yang sudah ada, maka disebut distributionally neutral reform.
e.          Resource allocations goals
Reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien (euconomically neutral), jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber daya sector ekonomi atau aktivitas tertentu, maka disebut interventionist reforms.
f.            Timing of reform
Dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan secara bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan implementasi bertahap disebut phased reforms, atau perubahan kebijakan perpajakan yang tidak berkaitan dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive reforms.
Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi perpajakan yang ada di suatu negara mengimplementasikan struktur perpajakan yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, baik itu peningkatan kuantitas dan kualitas pegawai pajak maupun peningkatan kesadaran Wajib Pajak untuk patuh dalam kewajiban perpajakannya.
Selain itu, pengembangan teknologi informasi pada instansi perpajakan untuk mengimbangi keberadaan teknologi informasi yang telah dimiliki terlebih dahulu oleh Wajib Pajak untuk menjawab tantangan globalisasi. Kemudian, masalah perbaikan struktur organisasi instansi pajak, proses, dan prosedur administrasi perpajakan, serta sumber daya financial bagi pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang perbaikan secara menyeluruh sistem perpajakan dan insentif yang cukup bagi pegawai pajak.
Reformasi perpajakan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan suatu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian global melalui pajak. Reformasi dalam perpajakan akan berimplikasi terhadap luasnya dasar pengenaan pajak (tax base), dalam hal ini menambah jenis penghasilan sebagai objek pajak dan mempengaruhi pengenaan tarif pajak (tax rate), dan usaha memperbaiki administrasi perpajakan menjadi lebih sempurna.
Suatu negara mengharapkan memiliki suatu sistem perpajakan yang sempurna, agar apa yang menjadi tujuan dari suatu pemerintahan negara dapat tercapai. Setiap usaha penyempurnaan memerlukan suatu perubahan, baik secara parsial maupun secara keseluruhan atau mendasar.
Alasan negara melakukan reformasi dalam perpajakan antara lain adalah :
a.        Untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian internasional maupun nasional.
b.        Upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan, karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan, tidak seperti migas.
c.         Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya.
d.        Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Adapun Tujuan Reformasi Perpajakan, menurut Sony Devano, yaitu:
a.       Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak (taxpayer’s quality services) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas negara.
b.      Menekan terjadinya penyeludupan pajak (tax evasian) oleh wajib pajak.
c.       Meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya.
d.      Menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak.
e.       Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus maupun kepada wajib pajak.

Reformasi perpajakan yang dilakukan di Indonesia dimulai sejak tahun 1984. Diawali dengan reformasi perpajakan (first tax reform) dilakukan pada tahun 1984, perubahan mendasar pada ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan dilakukan di Indonesia. Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini diusahakan tersusun system perpajakan yang sederhana, adanya kepastian hukum, dan bertujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian. Kesederhanaan diperlukan agar mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh wajib pajak ataupun fiskus. Dan, penyerahanaan di sini bukan berarti harus mengorbankan pemerataan, karena sistem yang baru tetap mempunyai progresivitas.
Pembaruan sistem perpajakan melakukan pembenahan aparatur perpajakan dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami, menguasai, dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru. Bagi instansi pajak juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan pajak. Selain itu juga membenahi baik menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin, maupun mental.

6 komentar:

  1. makasihhh yya mempermudah presentasiku

    BalasHapus
  2. referensi makalah ada baiknya dicantumkan agar makalah lebih berkualitas

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah terimakasih banyak, sangat membantu. Indra-Bandung

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah terimakasih banyak, sangat membantu. Indra-Bandung

    BalasHapus
  5. makasih kakak ,.. bermanfaat bangeeeeeeeeet

    BalasHapus